Skip to main content

Kisah Santri: 'Lihat Yang Dia Katakan'


(Perbincangan Kecil)

انظر ما قال ولا تنظر من قال

                Sebelum menuliskan perbincangan ini, aku teringat sebuah dawuh; “Lihatlah apa yang dibicarakan, jangan melihat siapa yang berbicara”. Ini memberikan kita gambaran bahwa dalam hal nasehat-menasehati kita haruslah terbuka. Tidak gampang mencela jika yang berbicara jauh dibawah usia kita, atau derajatnya jauh dari kita.

Sebagai contoh sebuah cerita yang diriwayatkan oleh Abu Ma'syar, tentang remaja yang mencari ahli mauidzah untuk pernikahannya sejumlah 100 orang. Akhirnya dia sudah mendapat 99 ahli mauidzah, kurang satu dan sangat sulit didapat. Sampai pada suatu saat dia bersumpah, bahwa siapapun yang ia temui pertama kali setelah keluar rumah, itulah yang akan dimintainya mauidzah. Dan siapa sangka kalau yang pertama kali ia jumpai adalah sosok orang gila.
(Kisah lengkapnya akan saya sampaikan di artikel berikutnya. Hehe)

#_____#


Suatu saat aku pernah berbincang ringan dengan karib yang entah terpaut berapa tahun dibawahku. Tapi anehnya, kami terkesan masih seusia kok. Hehe 😅

                Sebenarnya aku cuman basa-basi, sekedar mengakrabkan diri dengan caraku. Tapi semakin kubawa semakin dalam juga bahasan kami.

                Katanya, “Menyesal tak akan merubah apapun. Perbaiki kesalahanmu di masalalu dan mulailah semua dari awal lagi. Tanpa mengulang kisah kelam di masalalumu”.

Aku sedikit tertegun. Meski rebusan kata yang ia suguhkan kurang matang, tapi setidaknya apa yang dimaksudkan bisa ku tangkap.

“ ’Tanpa mengulang kisah kelam di masalalumu’ Ini sing berat, Sam! 😔”. Balasku sekenanya.

Dia tersenyum kecil, lalu menimpal “Memang Cak. Terlebih bagi orang yang belum terbiasa😂”

“Ada solusinya?😶” Tanyaku.

Karibku itu mengangguk-anggukkan kepalanya. “Ya harus punya tekad kuat Cak!”

“Hehe”. Aku menghela nafas dalam-dalam. Rupanya perbincangan kami memang terselam dalam.
“Dalam proses, sering kali ada godaan”. Tambahku

Remaja cerdik itu lagi-lagi tersenyum, kali ini agak lebar sambil menelan sisa jajan yang terjeda di mulutnya. “Step to Step lah Caak. Hehe”

“Nah, kalo peran orang lain?”. Tanyaku selanjutnya

“Ya jelas butuh dukungan ta Caak”.
                Ganti aku yang mengangguk. Sambil menyeruput desah angin dan teh hangat yang beberapa detik lalu tiba. “Misal, masalahnya menyangkut aib prbadi. Gimana?”

“Kalo menurut kulo, nggeh mboten perlu diceritakan sinten-sinten Cak. Kan niki masalah aib pribadi. Yang penting punya tekad kuat untuk berubah. Di pintu lemari pengurus saya ada tulisan gini ‘Tutupi semua kesalahanmu dengan kebaikan’. Intine, nggeh mboten usah diceritakan siapa-siapa aib niku. Pokok punya tekad berubah dan jangan sampai kesalahan yang dulu terulang kembali 😅”. Terangnya.

“Tapi nek terulang yo ndak popo see, paling wes wayahe. Hehe”. Tambahnya sambil bergurau ceria.

                Kami tertawa lepas. Bersahutan dengan kebul uap kopi yang ia pesan. “Nek keadaan seperti itu, peran orang lain gimana?”

“Waah. Nek seperti itu, diri kita sendiri yang harus berusaha. Orang lain ya ndak bisa, lha wong nggak ngerti masalahe. Kecuali kalo kita beri tau”. Katanya, lalu menyeruut kopi.

“Contoh. Aku cerita nang Si A salah satu aib ku. Aku bilang ‘ojo di ceritakan siapa-siapa’. Yasudah, nanti Si A ndak bilang siapa-siapa dan Si A juga mbantu masalahku. Niku menurut kulo, ndak dirungokne yo nggak popo Cak. Hehe Lha wong aku mung cah cilik. Durung pantes dipercoyo”. Tambahnya.

                Sejenak aku tertegun. Mengangguk-anggukkan kepala, membenarkan. Meski nyatanya aku belum paham betul apa yang ia katakan tadi 😂. Perkataan terakhirnya itulo yang membuat jantungku maraton. ‘Sikap rendahnya’ 😌.

“Haha. Ya ndak gitu Sam. Bisa jadi pemahaman samian lebih luas daripada saya 😙”

“Hehehe😅”.



*(Singkapan Chating pada 17 Desember 2017. Affa-R.Gym)

Comments

Popular posts from this blog

HUKUM MEMPERINGATI PERAYAAN MAULID NABI SAW

Syi'iran Maulud Nabi Dari KH.M.Djamaluddin Ahmad (Jombang) HUKUM MEMPERINGATI PERAYAAN MAULID NABI SAW Peringatan ( kelahiran nabi ) yang lebih populer dengan ‘’ maulidan ’’ merupakan sebuah tradisi, sekaligus memiliki makna yang mendalam. Sejak dulu, kaum muslimin  telah melakukan peringatan mauled Nabi Saw. Sedangkan, orang yang  pertama kali melaksanakan ‘’Maulidan’’ adalah Rosulullah Saw. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis Imam Muslim. Namun, sebagian orang masih menganggab bahwa peringatan mauled Nabi Saw merupakan perbuatan bid’ah, dengan alasan bahwa Nabi Saw tidak pernah mengajarkan. Dalam sebuah hadis, Nabi Saw memiliki kebiasaan puasa sunnah senin dan kamis. Ternyata, puasa tersebut memiliki tujuan mulia bagi Nabi Saw, yaitu sebagai bentuk rasa syukur atas kelahirannya. Hal ini terungkap saat salah satu sahabat menanyakan kebiasaan Nabi Saw berpuasa pada hari senin. عن أبي قتادة ، أن أعرابيا قال : يا رسول الله ما تقول في صوم يوم الإثنين ؟ فقال : « ذاك يوم و...

Karakteristik Ajaran Islam

KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ilmu Pengantar Islam Dosen Pengampu: Moh. Dliya’ul Chaq. M. HI. Oleh: 1.       Muhammad Zulfi Fanani 2.       Hasbullah 3.       Muhammad Afwan Imamul Muttaqin 4.       Lugina M Ramdan 5.       Muhammad Irham Mabruri INSTITUT AGAMA ISLAM BANI FATTAH (IAIBAFA)  TAMBAKBERAS JOMBANG 2017 BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Setiap agama mempunyai karakteristik ajaran yang membedakan dari agama-agama lain. Agama yang didakwahkan secara sungguh-sungguh diharapkan dapat menyelematkan dunia yang terpecah-pecah dalam berbagai bagian-bagian. Perpecahan saling mengintai dan berbagai krisis yang belum diketahui bagaimana cara mengatasinya. Tidak mudah m...

'Mbeling'

Ba'da hataman ngaji kilatan. Ramadhan 1439H Mbeling (Bapak Muhammad Zulianto) Tidak selalu dunia-nya santri lurus dan tenang-tenang saja. Bahkan dibanyak waktu, kelokan tajam dan lubang jalan terjal nyantri kerap menguji. Ada saja masalahnya. Mulai ekonomi sampai "mbolos" ngaji. Dari belajar nakal sampai rambut dipetal. Dari nggandol makan di warung sampai nggandol truck di jalanan. Hingga terkena "candu" warung kopi sampai soal asmara antar asrama. Atau bahkan sampai tidak naik kelas. "Mbeling" adalah istilah yang memiliki banyak arti dan sudah membumi di kalangan santri. Apalagi bagi santri yang memang "mbeling". Rasanya memang tidak lengkap jika nyantri hanya melulu lurus mengaji, nderes, setoran dan wetonan. Sekali-kali harus (pernah) mbeling. Ibarat masakan, mbeling adalah bumbu penyedapnya. Dan penyedap tak perlu banyak-banyak. Asal takaranya terukur dan ada resep yang mengarahkan.             Gus Dur ...