Skip to main content

HUKUM MEMPERINGATI PERAYAAN MAULID NABI SAW

Syi'iran Maulud Nabi Dari KH.M.Djamaluddin Ahmad (Jombang)

HUKUM MEMPERINGATI PERAYAAN MAULID NABI SAW

Peringatan (kelahiran nabi) yang lebih populer dengan ‘’maulidan’’ merupakan sebuah tradisi, sekaligus memiliki makna yang mendalam. Sejak dulu, kaum muslimin  telah melakukan peringatan mauled Nabi Saw. Sedangkan, orang yang  pertama kali melaksanakan ‘’Maulidan’’ adalah Rosulullah Saw. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis Imam Muslim. Namun, sebagian orang masih menganggab bahwa peringatan mauled Nabi Saw merupakan perbuatan bid’ah, dengan alasan bahwa Nabi Saw tidak pernah mengajarkan.

Dalam sebuah hadis, Nabi Saw memiliki kebiasaan puasa sunnah senin dan kamis. Ternyata, puasa tersebut memiliki tujuan mulia bagi Nabi Saw, yaitu sebagai bentuk rasa syukur atas kelahirannya. Hal ini terungkap saat salah satu sahabat menanyakan kebiasaan Nabi Saw berpuasa pada hari senin.

عن أبي قتادة ، أن أعرابيا قال : يا رسول الله ما تقول في صوم يوم الإثنين ؟ فقال : « ذاك يوم ولدت فيه ، وأنزل علي فيه »

Artinya: “Ketika beliau ditanya tentang puasa hari senin, beliau menjawab: “hari itu adalah hari kelahiranku, dan hari penggukuhanku sebagai Nabi Saw (HR Baihaki)

Penulis kitab Fathu al-Bari Sarah Sohihu al-Bukhori, Imam Ibnu Hajar al-Askaloni, berpendapat sesungguhnya nabi Muhammad memasuki madinah, maka beliau mendapati penduduk Madinah (Yahudi) sedang menjalankan puasa hari Asura’, maka Rosulullah bertanya pada mereka, Maka mereka menjawab:” Hari itu adalah hari ditenggelamkam fir’aun dan menyelamatkan Musa as, kita berpuasa sebagai tanda syukur kepada Allah, Maka Rosulullah menjawab: “ Saya lebih berhak terhadap nabi Musa dari pada kalian “.

Di dalam sebuah kitab klasik “ Arafa al Ta’rif Bil Maulid al-Sarif “ dikisahkan “ Sungguh telah dilihat dalam mimpi setelah meninggalnya dikatakan “ bagaimana keadaanmu? Maka dia menjawab “dineraka, kecuali sesungguhnya dia diringgankan setiap hari senin, maka saya nyucup antara jari (pucuk jari) karena aku telah memerdekan Suwaibah ketika Rosulullah dilahirkan untuk menyusuinya. Abu lahab orang kafir yang sepanjang hidupnya menyakiti Nabi Saw dan berusaha mecelakainya dan diabadikan dalam al-Qur’an dengan siksaan neraka masih diberi keringganan tiap-tiap hari senin (malam kelahiran nabi).

Saya kira tidak berlebihan,palagi bagi orang mukmin! Sebagai umatnya, kita harus bangga, gemebira atas kelahiranya. Adapan merayakan kelahiran tidak harus pada tanggal 12 rabiual awaal. Bisa setiap hari senin, sebagaimana Nabi merayakan kelahirannya dengan puasa senin. Tetapi, tidak salah jika pada bulan Rabiual Awwal(mulid Nabi) mengadakan peringatan maulid nabi, sebagai tanda syukur dan cinta rahmat yang beliu bawa bagi kita semua. Merayakan maulid Nabi yang tepat ialah’’ membacakan (menceritakan) perjalanan hidup beliau sebagai manusia teladan sepanjang jaman. Apalagi, ahir-ahir ini banyak budaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Nabi menyerang generasi islam. Sudah saatnya, tradisi maulid Nabi menjadi tandingan postif bagi mereka yang secara sengaja ingin merubah wajah-wajah generasi Islam.

Sedangkan, orang yang pertama kali melaksanakan perayaan Maulid Nabi setelah wafatnya Nabi adalah Al Malik al-Mudhoffar Abu Said Sohib Irbil didaerah Mousul (Irak). Pelakasanaan mauludan biasanya dilaksanakan tepat tanggal 12 Rabiul Awal yang diyakini sebagai kelahiran. Perayaan maulid nabi ini sering kali menjadi polemik antara kelompok tertentu, ada yang membolehkan, ada yang melarang (bid’ah). Namun polemik tersebut tidak menjadikan perayaan maulid nabi untuk diperdebatkan sehingga memicu permusuhan bahkan sampai pada tabdi’ (pembid’ahan), tahrim (pengharaman), takfir (pengkafiran).

Sudah saatnya umat islam menjadi umatan wahidah (umat yang satu). Bulan rabiul Awal ( muludan) bulan kelahiran Nabi adalah  momentum penting mempersatukan serta membangun uhawah islamiyah antara sesama umat islam. Sebab, orang-orang orientalis terus menerus berusaha bagaimana menjauhkan generasi islam dari Nabi Saw. Valentine’ s Day, juga salah satu dari sekian perayaan yang bisa menjauhkan umat islam dari Nabi Saw. Padahal, budaya itu akan mengalir deras, tanpa bisa dibendung. Salah satu menahan laju budaya itu ialah dengan melestarikan budaya postif, seperti peringatan Maulid Nabi Saw setiap tahun.

A.   Hukum Melaksanakan Maulid Nabi.

Para ulama’ Arab Saudi secara ekstrim menganggab bahwa merayakakan peringgatan maulid Nabi Saw adalah ‘’Bid’ah’’. Artinya mengad-ngada, karena Nabi Saw tidak pernah melakukan. Tetapi, mereka lupa kalau rajanya merayakan hari kemerdekaan dan kemenangan tim sepakbolanya dengan berlebih-lebihan. Padahal ber-lebih-lebihan itu haram hukumnya. Sedangkan, peringgatan maulid Nabi Saw berdasarkan hadis muslim (hal:1), bukan mengada-ngada, sebagaimana yang dituduhkan oleh sebagian orang yang tidak suka (benci).

Hukum perayaan peringgatan Maulid Nabi Saw, menurut pendapat pata ulama’ diklasifikasikan menjadi dua bagian:

1- Boleh (Jawaz)

Para ulama bersepakat bahwa perayaan maulud Nabi Saw itu (Amrun Ijtihadi) yaitu masalah yang relatif tentang waktu pelaksanaannya. Sedangkan pemilihan  Rabiul Awal, merupakan salah satu waktu yang paling tepat untuk melaksanakan maulidan. Adapun pelaksanaan maulidan bisa dilakukan kapan saja serta dengan cara apapun, asalkan tidak bertentangan dengan syariat Islam, seperti; memperbanyak sedekah, sholawat, belajar tentang perjalanan hidupnya. Bukan karaoke, konser music, atau hal-hal yang kurang etis dipandang dari sudut agama. Pada hakekatnya, merayakan maulud nabi tidak terpaku pada bulan maulud saja namun setiap saat bisa dilakukan, baik pribadi atau berjamaah. Seperti; Membacakan sirah nabawiyah  setiap minggu, atau sebulan sekali sehingga tidak menjadi aneh. Jika seseorang sudah menjadikan suatu kewajiban dan keyakinan dalam pelaksanaan maulud nabi tepat pada tanggal kelahirannya, dan seolah-olah menjadi tuntunan syariat maka hukumnya tidak boleh. Hal ini dikutip oleh ulama besar Sayed Muhammad Alawi Al Maliki, beliau memberikan alasan bahwa melakukan Ihktifal Bi maulidir Rosul dilakukan kapan saja.

2- Di Anjurkan ( Ma’mur ).

Para ulama yang melaksanakan mauludan pada bulan Rabiul Awal yang tepatnya tanggal 12 juga tidak masalah, karena mereka berkeyakinan bahwa pada hari itu adalah momentum yang sangat tepat untuk meneladani kehidupan beliau baik secara individu dan social. Alasan ini sangat tepat karena saat ini banyak kaum muslimin yang tidak tahu terhadap Nabi-nya serta keluarganya. Generasi sekarang lebih mengidolakan artis, atlet, dalam negeri maupun luar negeri. Kadangkala pemain sepak bola lebih melekat dari pada Nabi Muhammad. Hal ini sangat ironis sekali, oleh karena itu pada bulan ini ada kesempatan untuk mengadakan Maulud Nabi sebagai bukti kecintaan terhadap Nabi Muhammad. Jangan sampai, generasi muda lebih tahu ‘’Irfan Bachdim, Kridayanti, Ahamd Bustomi’’, dari pada junjungan Saw.

Comments

Popular posts from this blog

Karakteristik Ajaran Islam

KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ilmu Pengantar Islam Dosen Pengampu: Moh. Dliya’ul Chaq. M. HI. Oleh: 1.       Muhammad Zulfi Fanani 2.       Hasbullah 3.       Muhammad Afwan Imamul Muttaqin 4.       Lugina M Ramdan 5.       Muhammad Irham Mabruri INSTITUT AGAMA ISLAM BANI FATTAH (IAIBAFA)  TAMBAKBERAS JOMBANG 2017 BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Setiap agama mempunyai karakteristik ajaran yang membedakan dari agama-agama lain. Agama yang didakwahkan secara sungguh-sungguh diharapkan dapat menyelematkan dunia yang terpecah-pecah dalam berbagai bagian-bagian. Perpecahan saling mengintai dan berbagai krisis yang belum diketahui bagaimana cara mengatasinya. Tidak mudah m...

'Mbeling'

Ba'da hataman ngaji kilatan. Ramadhan 1439H Mbeling (Bapak Muhammad Zulianto) Tidak selalu dunia-nya santri lurus dan tenang-tenang saja. Bahkan dibanyak waktu, kelokan tajam dan lubang jalan terjal nyantri kerap menguji. Ada saja masalahnya. Mulai ekonomi sampai "mbolos" ngaji. Dari belajar nakal sampai rambut dipetal. Dari nggandol makan di warung sampai nggandol truck di jalanan. Hingga terkena "candu" warung kopi sampai soal asmara antar asrama. Atau bahkan sampai tidak naik kelas. "Mbeling" adalah istilah yang memiliki banyak arti dan sudah membumi di kalangan santri. Apalagi bagi santri yang memang "mbeling". Rasanya memang tidak lengkap jika nyantri hanya melulu lurus mengaji, nderes, setoran dan wetonan. Sekali-kali harus (pernah) mbeling. Ibarat masakan, mbeling adalah bumbu penyedapnya. Dan penyedap tak perlu banyak-banyak. Asal takaranya terukur dan ada resep yang mengarahkan.             Gus Dur ...