Malang - Blitar - Tulungagung.
Selalu mampu memberi kesan hangat. Sejak puluhan tahun silam, mengerak, bahkan menyatu sudah kenangan itu disepanjang jalan.
Terlebih ada kawan. Hehehe.
Sepanjang lajur Malang-Blitar-Tulungagung, membuatku ingat sama kalian
😁

#
Aku pengen crito titik,
😚

Dulu, waktu aku seusia adek, Malang-Tulungagung naik 'vespa' sama ayah-mama. Tentu aku acuh tak acuh. Ndak paham apa itu lelah, masih belum kenal kata aduh!
😶

Bisanya cuma nangis. kalau haus nangis, kalau lelah nangis, kalau muntah nangis juga bahkan sampek mberok-mberok.
😣

Bayangkan gimana lelahnya. Malang-Tulungagung naik 'vespa'. Pantang panas-dingin-hujan. Aku juga ndak tau apa itu dingin, panas, hujan. Siapa lagi yang paling peduli pada anaknya? Ya, orang tua.
Aku juga lahir disini, Tulungagung. Tumbuh bersama apa-apa yang melekat pada kota ini. 'Disape' juga.
Waktu seumuran samian, aku nuangis ditinggal ayah-ibu pulang. Mberok sejadi-jadinya. Maklumlah. Hehe
Aku di gendong sama Mbah. Dimomong ndek pinggir jalan sambil lihat lampu kelip-kelip ndek depan polsek, kesukaanku kala itu. hehe
Sambil nangis aku bilang:
😂

"Puulaang"
😭

"Naik nopo samian?"
"Biiis"
😭

"Bise bane bocor lee"
"Naik kereta"
😭

"Keretane bane sek ditambal"
"Naik ojeek"
😭

"Pak Ojeke sik bubuk le"
"Naik becaaak"
😭
😭
😭
😭
😭





"$#^@%$^%#$@#"
Comments