“Siapa sih yang pengen ilmunya nggak manfaat?”๐ถ๐ถ๐ถ๐
__________________________
Sarasehan malam itu layaknya membuat kita sedikit sumringah. Kepenatan pandang antara “kita” dengan “kita” menjadi sedikit longgar. ๐
Serasa lebih akrab dari biasanya. Meski yang dibahas adalah hal-hal berbobot, agaknya tersingkap dengan kesederhanaan yang akrab, membuat kita mudah menangkap.
Memang benar, semua santri pasti hafal dengan rukun santri. Karena memang hanya ada tiga point. Tapi jangan salah, tiga hal itu merupakan pokok, suatu keharusan yang musti kita penuhi dengan usaha kuat.
Layaknya sholat. Kalau salah satu rukun tidak terpenuhi, maka status shalatnya adalah batal. Selaras dengan itu, kalau salah satu dari rukun santri lalai kita penuhi, maka status kesantrian kita perlu di pertanyakan lagi. Berat? Memang! Usaha? Harus!
Eh. Sebelum saya akhiri, mari kita bersama menumbuhkan kesadaran. Sadar akan kesantrian kita. Sadar bahwa santri itu yang penting “MANUT”.
Tak perlu banyak definisi bagaimana santri itu. karena santri itu satu, “MANUT”.
Terlepas dari itu, adalah budaya saling mengingatkan. Ingatkan jika ada yang kurang pas, terima juga jika diingatkan temannya.
Semoga kita semua menjadi santri yang benar-benar santri. Ilmu manfaat, Ridho Kyai.
______________________
*Sambil bersyukkur, rasanya pengeeeen banget berterimakasih sama tokoh yang punya ide ngumpulin kita kayak tadi. Haaaah, seeeneng banget rasannya.
Akraaab banget.
“Trimakasih banyak, Bapak
*tulisan ini merupakan terjemahan dari unek-unek nakal tulisan saya sebelumnya "Reaktualisasi Rukun Santri". Entah salah entah tidak,
Comments