Rumahku Istanaku
(Perjalanan Spiritual Ustadz Yusuf Hidayat)
September 1998,
Setelah mantap hati ini
untuk tahfidh Al-quran, aku mulai menghafalkan juzz 'Amma dan
menyetorkannya kepada Romo Yai di Perak. Selama setahun aku "ndodok"
berangkat dari Tambak beras. Awalnya berjalan normal dan lancar. Namun lama-lama
aku mengakui, bahwa tidak mudah menghafal Al-Quran ditempat (meski pondok
sekalipun) yang tidak dispesifikasikan untuk tahfidh. Ini terbukti selama
1 tahun aku hanya dapat 9 juz. Akhirnya dengan pertimbangan yang matang, bersama
orang tuaku, aku sowan Romo yai Tambakberas, minta izin pindah kepondok
PPTQ Perak .
Beliau mengizinkan,
dengan syarat jika selesai menghatamkan harus kembali ke Tambakberas lagi. Alhamdulillah,
janji itu aku penuhi. Setelah wisuda Al-Quran sampai sekarang (InsyaAllah sampai
akhir hidupku) aku kembali nyantri di Bahrul ‘Ulum,
Malam Tahun baru 1998,
Bebarengan dengan awal Romadhon, aku
berangkat ke perak untuk membuka lembaran baru dengan sejuta harapan dan
mantapnya keyaqinan.
Aku yaqin dipondok inilah aku bisa mewujudkan apa yg diridhoi orang tuaku
dan Beliau. Aku yaqin dipondok inilah aku menemukan Guru yang mampu
membimbingku tuk menyatukan jiwa ragaku dengan Al-Quran lafdzan, ma'nan wa
amalan.
Dengan kemantapan hati, pagi itu 1 januari 1998 aku mulai menyetorkan juz
9. Hari-hari selanjutnya berjalan normal dan bahkan melebihi harapanku. Aku
merasa semua lebih mudah kujalani dan Yai mengizinkanku setor lebih dari
satu lampir (dua halaman , ukuran maksimal setoran harian di PPTQ saat itu). Tak
heran dalam waktu singkat target hapalan terlampau. Hari-hari selanjutnya
terasa begitu indah, tak ada kegiatan lain kecuali jamaah, setor dan nderes
(plus makan tidur dan BAB tentunya he he). Masa-masa antara 5-6 bulan pertama
di PPTQ, ku akui sebagai masa terindah selama proses tahfidh.
Namun kehidupan adalah tetap sebuah kehidupan. Kehidupan adalah sebuah proses bagi manusia untuk membuktikan diri sejauh mana ia bisa meraih kualitas kehambaan dihadapan Tuhannya dan nilai kemanusiaan diantara sesamanya
Namun kehidupan adalah tetap sebuah kehidupan. Kehidupan adalah sebuah proses bagi manusia untuk membuktikan diri sejauh mana ia bisa meraih kualitas kehambaan dihadapan Tuhannya dan nilai kemanusiaan diantara sesamanya
(اللذى خلق الموت والحياة
ليبلوكم ايكم احسن عملا)
Akupun tak bisa lari dari apa yang sudah menjadi
garis kehidupan itu sendiri. Perlahan muncul ujian bathin pada masa selanjutnya. Hal
itu berawal ketika kusadari terjadi perubahan penilaian hatiku pada Romo yai,
timbul su’udzon kepada Beliau (Astaghfirullohal 'adzim)
sesuatu yang sebelumnya tak pernah terjadi dan terpikirkan. Aku yang sejak
kecil sudah terbiasa dengan nilai luhur pesantren sangat paham betapa bahayanya
membiarkan tumbuhnya suu'udhon pada Guru. Tak pernah hilang dari ingatanku dawuh
من قال لشيخه
لم لا يفلح ابدا.
Aku sadar sesadar-sadarnya bahwa ketika seseorang telah "berbaiat"
kepada seorang Guru untuk menjadi muridnya, maka pikiran guru adalah pikiranya,
jiwa guru adalah jiwanya. Seorang murid.... oleh Al Aajurumi diibaratkan Tawabik
yang harus taslim pada Matbu' (Guru) dalam Na'at (sifat
gurunya) , Athof('Alaqoh bathiniyah dengan gurunya) , Taukid
(mengikuti prinsip guru nya). Jika murid mampu taslim pada 3 proses Tawabik
tersebut maka cepat atau lambat ia akan sampai pada terminalnya, yaitu menjadi BADAL.
Murid akan menjadi pengganti gurunya, sebagaimana sang guru menjadi Badal bagi
kakek gurunya begitu seterusnya sampai Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam
(العلماء ورثة الانبياء).
Kualitas ittiba’ pada Guru
akan sangat mempengaruhi kualitas ke"badal" an seorang murid .
Kualitas ittiba' akan menentukan apakah sang murid akan jadi Badal
kull min kull, ba'dh min kull, Isytimal atau bahkan Naudzu
biLLAH tsumma Naudzu biLLAH....menjadi BADAL GHOLATH.
Berangkat dari pemahaman semacam inilah pada bulan ketujuh dan selanjutnya
terjadi perang bathin yang hebat dalam hatiku. Aku tak boleh membiarkan
lunturnya keyaqinan pada Guruku. Masih melekat dalam ingatanku saat kyai
Musthofa Hakim (Allohu yarham)... mengajarku Imrithy ketika sampai pada nadzom
اذ الفتى حسب اعتقاده رفع
اذ الفتى حسب اعتقاده رفع
#
وكل من لم يعتقد لم ينتفع
وكل من لم يعتقد لم ينتفع
Beliau dawuh "Sopo wonge sing ora yaqin marang suwiji2, mongko wong
iku ora bakal merkole manfaat songko opo utowo sopo sing deweke ora
yaqin".
Segala cara sudah aku lakukan tuk menghilangkan su’udzon itu, mulai
dari sharing dengan senior, merenung sampai minta "omben2" . Tapi
semuanya gatot alias gagal total. untuk beberapa saat lamanya aku tak
tau harus berbuat apa. Akhirnya hanya Allah-lah sandaran akhirku.
Malam-malam selanjutnya disaat teman lain terlelap tidur kutumpahkan
kegalauan hatiku kepadaNYA , Dzat yang membolak balikkan hatiku. Aku mohon
solusi yang happy ending kepadaNYA.....
Kurang lebih satu bulan ikhtiyar itu aku lakukan . Dan Maha benar ALLAH
dengan segala firmannya...Allah memenuhi janjinya untuk mengijabah hambahnya
yang sungguh-sungguh memohon kepadaNya. Allah mengabulkan doa ku dengan seindah
indahnya ijabah doa .
Pagi itu... awal bulan september kelihatan normal saja. Seperti biasa para
santri berbaris menjadi 4 baris menunggu yai rawuh dimajlis setoran. Aku selalu
mengambil antrian awal, caraku untuk segera terlepas dari beban. Yai rawuh ,
empat santri segera mengambil posisi masing-masing. Tidak seperti biasanya yang
selalu mengambil posisi samping yang menghadap kebarat, pagi itu aku "kumanan"
posisi yg menghadap langsung kewajah beliau (Romo yai selalu mengambil posisi
menghadap keutara).
Kumulai menyetorkan hafalan yang ketika itu sudah sampai juz 28 ,
seperempat yang Awal dan Alhamdulillah lancar. Kemudian giliran beliau membaca
ayat (proses setoran dipondok kami, santri setor disemak yai, setelah selesai
beliau membacakan ayat bil ghoib ayat demi ayat yg akan disetorkan santri
besoknya ). Pada saat beliau membacakan ayat inilah timbul keanehan . baru saja
beliau membaca satu ayat beliau terdiam. Kemudian beliau dawuh "cak
usup.... awakmu lak wetonan Mualimin , seh jajal maknanono ayat iki, (Ayat
itu adalah ayat ke-10 dari surat Al-Hasyr )
والذ ين جاءو من بعدهم يقولون ربنا اغفرلنا ولاخواننا الذين سبقون بالايمان.ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين امنوا.ربناانك رءوف رحيم
والذ ين جاءو من بعدهم يقولون ربنا اغفرلنا ولاخواننا الذين سبقون بالايمان.ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين امنوا.ربناانك رءوف رحيم
Aku baca dan aku maknani ayat itu tanpa ada pikiran apapun. Sampai ketika
saatnya aku maknani lafadh ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين امنو
aku baru tersadar apa maksud beliau, tiba-tiba detak jantungku berdegub keras . Aku tak meneruskan makna lafadh selanjutnya. Beliau dengan suara yang halus dawuh... "cak usup duwe suudzon mbek wong liyo iku gak oleh yo". Bak halilintar disiang bolong, dawuh yai membangunkanku dari ketololanku. Beliau dawu lagi "cak usup suudzon nang wong iman iku gak oleh yo".
SubhaanaLLOH.....aku hanya bisa menunduk dihadapan beliau sambil menahan sekuat tenaga agar air mata penyesalan tidak mengalir dihadapan beliau.Dan akhirnya beliau dawuh lagi
"cak usup... DUWE SUUDZUN NANG GURU IKU GAK OLEH YOO "
aku baru tersadar apa maksud beliau, tiba-tiba detak jantungku berdegub keras . Aku tak meneruskan makna lafadh selanjutnya. Beliau dengan suara yang halus dawuh... "cak usup duwe suudzon mbek wong liyo iku gak oleh yo". Bak halilintar disiang bolong, dawuh yai membangunkanku dari ketololanku. Beliau dawu lagi "cak usup suudzon nang wong iman iku gak oleh yo".
SubhaanaLLOH.....aku hanya bisa menunduk dihadapan beliau sambil menahan sekuat tenaga agar air mata penyesalan tidak mengalir dihadapan beliau.Dan akhirnya beliau dawuh lagi
"cak usup... DUWE SUUDZUN NANG GURU IKU GAK OLEH YOO "
ALLOHU AKBAR.....akhirnya aku tak mampu lagi membendung deraian air mata ini. Kuraih asto yai. Aku cucupi berkali-kali tanpa mulutku mengucapkan kata maaf. Aku yaqin seyaqin-yaqin nya Yai tahu kata hatiku, tahu apa yang berkecamuk dalam hatiku. Aku memohon kepada beliau untuk tidak meneruskan nyemak bacaan beliau, aku sudah tak mampu menahan gejolak hatiku. Beliau mengizinkan. Aku berjalan mundur dan kemudian lari menuju kamarku, kamar kantor pondok. Aku langsung ambruk tengkurab berbantalkan buntalan sarung. Aku menangis sejadi-jadi nya. Kutumpahkan segenap perasaan yang dihatiku saat itu adalah perasaan bersalah, menyesal, hina dan malu yang luar biasa. Tak henti-henti seharian air mata terus mengalir
Nyuwun ngapunten ingkang agung Yaii.....
Untuk beberapa lama kubiarkan diriku tenggelam dalam suasana itu. Tanpa aku sadari semenjak beliau dawuh "cak usup, suudzon nang wong liyo lak gak oleh yo" hilanglah suudzonku pada beliau. Keyaqinanku tumbuh kembali, bahkan lebih indah dan sempurna.
والله اعلم بالصواب
*Kupersembahkan tulisan ini untuk teman-teman ku Alumni NASA 96 yang sedang reuni di pacet. Maaf aku nggak bisa datang...
Rumahku Istanaku 25 desember 2015
Comments