Skip to main content

Dua Kepala Negara Yang Agung Sebagai Suri Tauladan

Dua Kepala Negara Yang Agung Sebagai Suri Tauladan
(2 Umar yang luarbiasa) 
*Catatan kecil pengajian rutin Al-Hikam pada 16 Mei 2016 yang disampaikan Oleh Romo Kh Moch Djamaluddin Achmad



v  Khalifah Umar Bin Khattab.
Beliau lahir 13 tahun dari kelahiran Nabi. Sedo pada thun 23 H. Dalam usia 63 tahun. Kebetulan, Nabi Muhammad SAW., Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Utsman, dan Sayyidina Ali sama-sama sedo pada usia 63 tahun.

Sayyidina Umar sangat takut dengan kematian. Beliau sangat sering bertafakkur, hingga cincinya diberi tulisan:
كفى بالموت واعظًا يا عمر

Beliau juga senang dan sering membacakan syair tentang kematian dihadapan rakyatnya:
كلّ يوم يقال مات فلان و فلان # ولا بد من يوم يقال مات عمر
نموت ونحي كل يوم وليلة # ولا بد من يوم نموت ولا نحي
فإنّ لفى الدنيا كركب سفينة # نظنّ وقوفا والزمان بنا يجري

“Setiap hari diberitakan Fulan dan Fulan mati, pasti pada suatu hari akan diberitakan Umar mati”.
“Setiap hari kita mati dan hidup kembali, pasti pada uatu hari kita mati dan tak akan hidup kembali”.
“Karena sesungguhnya kita hidup didunia ini ibaratkan naik perahu, kita menduga berhenti padahal bersama kita zaman terus berlari”.

v  Khalifah Umar Bin Abdul Aziz.
Khattab menikah dengan hantamah kemudian memiliki anak yang salah satunya adalah Umar bin Khattab. Kemudian, dari Umar bin Khattab ada 13 keturunan yang salah satunya bernama “Ashim”.
Suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab berkeliling negara guna melihat-lihat keadaan, didampingi budaknya yang bernama Aslam. Pada suatu tempat yang sangat pelosok keduanya lelah dan beristirahat disebuah batu. Kebetulan dibelakang mereka terdapat rumah yang sangat sederhana. Lantas beluiau mendengar dua suara wanita yang bersumber dari rumah itu.
“Ibu kok menjual susu yang dicampuri air?”.
“Kalo nggak ditambai air, kita bakalan rugi!! Khalifah juga nggak bakalan tau kan,”
“Meskipun Khalifah ndak tau tapi Allah Maha Tau, Bu”
Mendengar percakapan singkat itu Khalifah Umar terperanjat dan langsung menuju rumah sederhana itu.
“Assalamu’alaikum”. Seru Khalifah Umar.
“Wa’alaikumussalam”. Jawab Si Ibu. Dia tidak tau kalau yang datag adalah Khalifah Umar karena saking lusuhnya baju Beliau.
“Yang bicara denganmu tadi siapa?”. Tanya Khalifah Umar.
“Itu anakku”. Jawab Si Ibu.
“Yasudah, saya pamit dulu”. Ucap Khalifah Umar.

Sesampainya dirumah, Beliau memanggil semua anaknya dan berkata,
“Anak-anakku, tadi sewaktu aku berjalan disebuah desa, aku menemui Mar’atu As-Shalihah, apakah dari kalian ada yang tertarik?”
Semua anak Umar saling bertatapan. Kemudian ada satu putranya yang mengacungkan tangan.
“Aku, Ayah”. Tegas Ashim.
Keesokan harinya, Khalifah Umar bin Khattab mengajak Ashim menemui wanita shalihah itu.
“Assalamualaikum”
“Waalaikumussalam, Wahai Khalifah, mengapa engkau tidak memanggil kami saja untuk menghadapmu?”
“Tidak, Aku kesini karena akulah yang berkepentingan. Mana anak perempuanmu?”
Lalu sang anak hadir.
“Wahai gadis, siapa namamu?”. Tanya Khalifah Umar.
“Nama saya Zainab”
“Apakah kau sudah punya pacar?”. Tanya Umar kembali
“Belum wahai Khalifah”
Lantas Umar menatap anaknya, “Ashim, maukah kau menikah dengan Zainab?”
“Aku bersedia, Ayah”
“Zainab, apakah kau mau menikah dengan Ashim anakku?”
“Saya mau Wahai Khalifah”
Akhirnya Khalifah Umar bin Khattab menikahkan keduanya.
Dari Ashim dan Zainab lahirlah putri bernama Laila. Kemudian Laila menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan yang kemudian melahirkan Umar bin Abdul Aziz.
ü  Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, semua lapisan makhluk rukun. Domba dan serigalapun akrab saling bermainan.
Khulafa’urrasyidin itu ada 5,
1.      Abu Bakar
2.      Umar bin Khattab
3.      Utsman bin Affan
4.      Ali bin Abu Thalib
5.      Umar bin Abdul Aziz
Selain kelima itu disebut Khalifah, tapi tidak termasuk Rasyidin.
                       


Comments

Popular posts from this blog

HUKUM MEMPERINGATI PERAYAAN MAULID NABI SAW

Syi'iran Maulud Nabi Dari KH.M.Djamaluddin Ahmad (Jombang) HUKUM MEMPERINGATI PERAYAAN MAULID NABI SAW Peringatan ( kelahiran nabi ) yang lebih populer dengan ‘’ maulidan ’’ merupakan sebuah tradisi, sekaligus memiliki makna yang mendalam. Sejak dulu, kaum muslimin  telah melakukan peringatan mauled Nabi Saw. Sedangkan, orang yang  pertama kali melaksanakan ‘’Maulidan’’ adalah Rosulullah Saw. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis Imam Muslim. Namun, sebagian orang masih menganggab bahwa peringatan mauled Nabi Saw merupakan perbuatan bid’ah, dengan alasan bahwa Nabi Saw tidak pernah mengajarkan. Dalam sebuah hadis, Nabi Saw memiliki kebiasaan puasa sunnah senin dan kamis. Ternyata, puasa tersebut memiliki tujuan mulia bagi Nabi Saw, yaitu sebagai bentuk rasa syukur atas kelahirannya. Hal ini terungkap saat salah satu sahabat menanyakan kebiasaan Nabi Saw berpuasa pada hari senin. عن أبي قتادة ، أن أعرابيا قال : يا رسول الله ما تقول في صوم يوم الإثنين ؟ فقال : « ذاك يوم و...

Karakteristik Ajaran Islam

KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ilmu Pengantar Islam Dosen Pengampu: Moh. Dliya’ul Chaq. M. HI. Oleh: 1.       Muhammad Zulfi Fanani 2.       Hasbullah 3.       Muhammad Afwan Imamul Muttaqin 4.       Lugina M Ramdan 5.       Muhammad Irham Mabruri INSTITUT AGAMA ISLAM BANI FATTAH (IAIBAFA)  TAMBAKBERAS JOMBANG 2017 BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Setiap agama mempunyai karakteristik ajaran yang membedakan dari agama-agama lain. Agama yang didakwahkan secara sungguh-sungguh diharapkan dapat menyelematkan dunia yang terpecah-pecah dalam berbagai bagian-bagian. Perpecahan saling mengintai dan berbagai krisis yang belum diketahui bagaimana cara mengatasinya. Tidak mudah m...

'Mbeling'

Ba'da hataman ngaji kilatan. Ramadhan 1439H Mbeling (Bapak Muhammad Zulianto) Tidak selalu dunia-nya santri lurus dan tenang-tenang saja. Bahkan dibanyak waktu, kelokan tajam dan lubang jalan terjal nyantri kerap menguji. Ada saja masalahnya. Mulai ekonomi sampai "mbolos" ngaji. Dari belajar nakal sampai rambut dipetal. Dari nggandol makan di warung sampai nggandol truck di jalanan. Hingga terkena "candu" warung kopi sampai soal asmara antar asrama. Atau bahkan sampai tidak naik kelas. "Mbeling" adalah istilah yang memiliki banyak arti dan sudah membumi di kalangan santri. Apalagi bagi santri yang memang "mbeling". Rasanya memang tidak lengkap jika nyantri hanya melulu lurus mengaji, nderes, setoran dan wetonan. Sekali-kali harus (pernah) mbeling. Ibarat masakan, mbeling adalah bumbu penyedapnya. Dan penyedap tak perlu banyak-banyak. Asal takaranya terukur dan ada resep yang mengarahkan.             Gus Dur ...