KH. M. Arwani Amin Kudus
1. Biografi KH. M. Arwani Amin © Selain dikenal dengan sebutan Kota Kretek, Kudus juga dikenal sebagai Kota Religius atau lebih medasar lagi dikenal dengan sebutan Kota Santri. Pasalnya, banyak di antara santri yang menuntut ilmu di kota yang kharismatik yang menjadi panutan masyarakat sekitar Kudus. Di antara sekian banyak ulama di kota Kudus banyak ulama di kota Kudus yang menjadi tauladan bagi masyarakat adalah beliau al-Maghfurlah KH. M. Arwani Amin.
Sekitar lebih 100 meter di sebelah selatan Masjid Menara Kudus, tepatnya
di Desa Madureksan, Kerjasan, dulu tersebutlah pasangan keluarga shaleh
yang sangat mencintai al-Qur’an. Pasangan keluarga ini adalah KH. Amin
Sa’id dan Hj. Wanifah. KH. Amin Sa’id ini sangat dikenal di Kudus kulon
terutama di kalangan santri, karena beliau memiliki sebuah toko kitab
yang cukup dikenal, yaitu toko kitab al-Amin. Dari hasil berdagang
inilah, kehidupan keluarga mereka tercukupi.
Yang menarik adalah, meski keduanya (H. Amin Sa’id dan istrinya) tidak
hafal al-Qur’an, namun mereka sangat gemar membaca al-Qur’an.
Kegemarannya membaca al-Qur’an ini, hingga dalam seminggu mereka bisa
khatam satu kali. Hal yang sangat jarang dilakukan oleh orang
kebanyakan, bahkan oleh orang yang hafal al-Qur’an sekalipun.
2. Kelahiran KH. M. Arwani Amin Said
KH. M. Arawani Amin Said dilahirkan pada hari Selasa Kliwon pukul 11.00
siang tangga l5 Rajab 1323 H bertepatan dengan 5 September 1905 M di
kampung Kerjasan Kota Kudus Jawa Tengah. Ayah beliau bernama H. Amin
Said dan ibunya bernama Hj.Wanifah.
Sebenarnya nama asli beliau adalah Arwan, akan tetapi setelah beliau
menunaikan ibadah haji yang pertama namanya diganti menjadi Arwani. Dan
hingga wafat beliau dikenal memiliki nama lengkap sebagai KH. M. Arawani
Amin Said dan panggilan akrabnya adalah Mbah Arwani Kudus.
Arwan adalah anak kedua dari 12 bersaudara. Kakaknya yang pertama
seorang perempuan bernama Muzainah. Sementara adik-adiknya secara
berurutan adalah Farkhan, Sholikhah, H. Abdul Muqsith, Khafidz, Ahmad
Da’in, Ahmad Malikh, I’anah, Ni’mah, Muflikhak dan Ulya. Dari kedua
belas ini, ada tiga yang paling menonjol, yaitu Arwan, Farkhan dan Ahmad
Da’in, ketiga-tiganya hafal al-Qur’an.
Dari sekian saudara KH. M. Arwani Amin, yang dikenal sama-sama menekuni
al-Qur’an adalah Farkhan dan Ahmad Da’in. Ahmad Da’in, adiknya Mbah
Arwani ini bahkan terkenal jenius, karena beliau sudah hafal al-Qur’an
terlebih dahulu daripada Mbah Arwan yakni pada umur 9 tahun. Ia bahkan
hafal Hadits Bukhori Muslim dan menguasai Bahasa Arab dan Inggris.
Kecerdasan dan kejeniusan Da’in inilah yang menggugah Mbah Arwani dan
adiknya Farkhan, terpacu lebih tekun belajar.
Arwan kecil hidup di lingkungan yang sangat taat beragama (religius).
Kakek dari ayahnya adalah salah satu ulama besar di Kudus, yaitu KH.
Imam Haramain. Sementara garis nasabnya dari ibu, sampai pada pahlawan
nasional yang juga ulama besar Pangeran Dipenegoro yang bernama kecil
Raden Mas Ontowiryo.
3. Kehidupan Keluarga KH. M. Arwani Amin
Ayahanda Mbah Arwani yaitu H. Amin Said adalah seorang kiyai yang cukup
disegani dan dihormati oleh masyarakat disekitar beliau tinggal.
Meskipun ayah dan bunda beliau tidak hafal al-Qur’an, namun tempat
tinggal beliau dikenal sebagai rumah al-Qur’an, karena setiap pekan
mereka selalu mengkhatamkan al-Qur’an.
Istri beliau bernama Ibu Nyai Hj. Naqiyul Khud. Beliau menikah pada
tahun 1935 M dimana pada saat itu status beliau adalah seorang santri
dari pondok pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta. Ibu Naqi adalah
putri dari H. Abdul Hamid, seorang pedagang kitab. Tokonya sekarang
masih ada,bahkan semakin berkembang. Beliau memiliki empat orang anak
yaitu Ummi dan Zukhali Uliya (meninggal saat masih bayi) serta KH. M. A.
Ulin Nuha Arwani dan KH. M. A. Ulil Albab Arwani.
4. Masa Menuntut Ilmu KH. M. Arwani Amin Said
KH. M. Arwani Amin dan adik-adiknya sejak kecil hanya mengenyam
pendidikan di madrasah dan pondok pesantren. Arwani kecil memulai
pendidikannya di Madrasah Mu’awanatul Muslimin, Kenepan, sebelah utara
Menara Kudus. Beliau masuk di madrasah ini sewaktu berumur 7 tahun.
Madrasah ini merupakan madrasah tertua yang ada di Kudus yang didirikan
oleh Syarikat Islam (SI) pada tahun 1912. Salah satu pimpinan madrasah
ini di awal-awal didirikannya adalah KH. Abdullah Sajad.
Setelah sudah semakin beranjak dewasa, akhirnya memutuskan untuk
meneruskan ilmu agama Islam ke berbagai pesantren di tanah Jawa, seperti
Solo, Jombang, Jogjakarta dan sebagainya. Dari perjalanannya berkelana
dari satu pesantren ke pesantren itu, talah mempertemukannya dengan
banyak kiai yang akhirnya menjadi gurunya (masyayikh).
Adapun sebagian guru yang mendidik KH. M. Arwani Amin diantaranya adalah
KH. Abdullah Sajad (Kudus), KH. Imam Haramain (Kudus), KH. Ridhwan
Asnawi (Kudus), KH. Hasyim Asy’ari (Jombang), KH. Muhammad Manshur
(Solo), KH M. Munawwir (Yogyakarta) dan lain-lain.
5. Kepribadian KH. M. Arwani Amin Said
Gambar 1.2 KHM. Arwani Amin |
Selama berkelana mencari ilmu baik di Kudus maupun di berbagai pondok
pesantren yang disinggahinya, KH. M. Arwani Amin dikenal sebagai pribadi
yang santun dan cerdas karena kecerdasannya dan sopan santunnya yang
halus itulah, maka banyak kiainya yang terpikat. Karena itulah pada saat
mondok KH. M. Arwani Amin sering dimintai oleh kiainya membantu
mengajar santri-santri lain. Lalu memunculkan rasa sayang di hati para
kiainya.
Beliau hidup di lingkungan masyarakat santri yang sangat ketat dalam
menghayati dan mengamalkan agama. Oleh karena itu wajar saja jika beliau
tumbuh menjadi seorang yang memiliki perangai halus, sangat berbakti
kepada kedua orang tua, mempunyai solidaritas yang tinggi, rasa setia
kawan dan suka mengalah tapi tegas dalam memegang prinsip.
Beliau dikaruniai kecerdasan dan minat yang kuat dalam menuntut ilmu.
Pada masa remajanya dihabiskan untuk menuntut ilmu mengembara dari
pesantren ke pesantren. Tidak kurang dari 39 tahun hidup beliau
dihabiskan untuk menuntut ilmu dari kota ke kota yang dimulai dari
kotanya sendiri yaitu Kudus. Kemudian dilanjutkan ke Pesantren Jamsaren
Solo, Pesantren Tebu Ireng Jombang, Pesantren al-Munawir Krapyak
Yogyakarta dan diakhiri di Pesantren Popongan Solo.
Sekitar tahun 1935, KH. Arwani Amin pun melaksanakan pernikahan dengan
salah satu seorang putri Kudus, yang kebetulan cucu dari guru atau
kiainya sendiri yaitu KH. Abdullah Sajad. Perempuan sholehah yang
disunting oleh beliu adalah ibu Naqiyul Khud.
Dari pernikahannya dengan ibu Naqiyul Khud ini, KH. M. Arwani Amin
diberi dua putrid dan dua putra. Putri pertama dan kedua beliau adalah
Ummi dan Zukhali (Ulya), namun kedua putri beliau ini menginggal dunia
sewaktu masih bayi.
Yang tinggal sampai kini adalah kedua putra beliau yang kelak meneruskan
perjuangan KH. M. Arwani Amin dalam mengelola pondok pesantren yang
didirikannya. Kedua putra beliau adalah KH. Ulin Nuha (Gus Ulin) dan KH.
Ulil Albab Arwani (Gus Bab). Kelak, dalam menahkodai pesantren itu,
mereka dibantu oleh KH. Muhammad Manshur. Salah satu khadam KH. M.
Arwani Amin yang kemudian dijadikan sebagai anak angkatnya.
6. Perjuangan KH. M. Arwani Amin Said
Beliau mengajarkan al-Qur’an pertama kali sekitar tahun 1942 di Masjid
Kenepan Kudus yaitu setamat beliau nyantri dari pesantren al-Munawir
Krapyak Yogyakarta. Pada periode ini santri-santri beliau kebanyakan
berasal dari luar kota Kudus. Seiring berjalannya waktu sedikit demi
sedikit santri beliau semakin bertambah banyak dan bukan hanya dari
Kudus dan sekitarnya, tapi ada yang berasal dari luar propinsi bahkan
dari luar pulau Jawa. Kemudian beliau membangun sebuah pondok pesantren
yang diberi nama Yanbu’ul Qur’an yang berarti Sumber al-Quran. Pondok
pesantren ini didirikan pada tahun 1393 H/1979 M.
KH. M. Arwani Amin meninggalkan sebuah kitab yang diberi nama Faidh al-Barakat fi as-Sabi’a Qira’at.
Semasa hidupnya beliau juga mengajarkan Thariqat Naqsabandiyah Kholidiah
yang pusat kegiatannya bertempat di mesjid Kwanaran. Beliau memilih
tempat ini karena suasana di sekeliling cukup sepi dan sejuk. Disamping
itu tempatnya dekat perumahan dan sungai Gelis yang airnya jernih untuk
membantu penyediaan air untuk para peserta kholwat. KH. M. Arwani amin
juga pernah menjadi pimpinan Jam’iyah Ahli ath-Thariqat al-Mu’tabarah
yang didirikan oleh para kyai pada tanggal 10 Oktobrr 1957 M. Dan dalam
Mu’tamar NU 1979 di Semarang nama tersebut diubah menjadi Jam’iyyah Ahl
ath-Thariqat al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah (JATMAN).
7. Kelebihan KH. M. Arwani Amin Said
KH. M. Arwani Amin dikenal sebagai seorang ulama yang sangat tekun dalam
beribadah. Dalam melaksanakan sholat wajib beliau selalu tepat waktu
dan senantiasa berjamaah meskipun dalam keadaan sakit. Kebiasaan
tersebut sudah beliau jalani sejak berada di pesantren.
Sewaktu masih belajar Qiraat Sab’ah pada KH. Munawir di Krapyak yang
pelajarannya dimulai pada pukul 02.00 dinihari sampai menjelang Shubuh
beliau sudah siap pada pukul 12.00 malam. Dan sambil menunggu waktu
pelajaran dimulai beliau manfaatkan untuk melaksanakan sholat sunnah dan
dzikir. Kebiasaan tersebut tetap berlanjut setelah beliau kembali dan
bermukim di Kudus.
Biasanya beliau mulai tidur pukul 20.00 WIB dan bangun pukul 21.00 WIB.
Kemudian dilanjutkan melaksanakan sholat sunnah dan dzikir. Apabila
sudah lelah kemudian tidur lagi kira-kira selama satu sampai dua jam
kemudian bangun lagi untuk melaksanakan sholat dan dzikir, begitu setiap
malamya sehingga bila dikalkulasi beliau hanya tidur dua sampai tiga
jam setiap malamnya
KH. M. Arwani Amin Said dikenal oleh msyarakat di sekitarnya sebagai
seorang ulama yang memiliki kelebihan yang luar biasa. Banyak yang
mengatakan bahwa beliau adalah seorang wali,beberapa santrinya
mengatakan bahwa KH.Arwani Amin memiliki indra keenam dan mengetahui apa
yang akan terjadi dan melihat apa yang tidak terlihat.
Konon, menurut KH. Sya’roni Ahmadi, kelebihan Mbah Arwani dan
saudara-saudaranya adalah berkat orangtuanya yang senang membaca
al-Qur’an. Dimana orangtuanya selalu menghatamkan membaca al-Qur’an
meski tidak hafal.
Selain barokah orantuanya yang cinta kepada al-Qur’an, KH. Arwani Amin
sendiri adalah sosok yang sangat haus akan ilmu. Ini dibuktikan dengan
perjalanan panjang beliau berkelana ke berbagai daerah untuk mondok,
berguru pada ulama-ulama.
Selama menjadi santri, Mbah Arwani selalu disenangi para kyai dan
teman-temannya karena kecerdasan dan kesopanannya. Bahkan, karena
kesopanan dan kecerdasannya itu, KH. Hasyim Asy’ari sempat menawarinya
akan dijadikan menantu.
Namun, Mbah Arwani memohon izin kepada KH. Hasyim Asy’ari bermusyawarah
dengan orang tuanya. Dan dengan sangat menyesal, orang tuanya tidak bisa
menerima tawaran KH. Hasyim Asy’ari, karena kakek Mbah Arwani (KH.
Haramain) pernah berpesan agar ayahnya berbesanan dengan orang di
sekitar Kudus saja.Akhirnya, Mbah Arwani menikah dengan Ibu Nyai Naqiyul
Khud pada 1935. Bu Naqi adalah puteri dari H. Abdul Hamid bin KH.
Abdullah Sajad, yang sebenarnya masih ada hubungan keluarga dengan Mbah
Arwani sendiri.
8. Anak Didik KH. M. Arwani Amin Said
Ribuan murid telah lahir dari pondok yang dirintis KH. M. Arwani Amin
tersebut. Banyak dari mereka yang menjadi ulama dan tokoh. Sebut saja
diantara murid-murid KH. M. Arwani Amin yang menjadi ulama adalah:
- KH. Sya’roni Ahmadi (Kudus)
- KH. Hisyam (Kudus)
- KH. Abdullah Salam (Kajen)
- KH. Muhammad Manshur
- KH. Muharror Ali (Blora)
- KH. Najib Abdul Qodir (Jogja)
- KH. Nawawi (Bantul)
- KH. Marwan (Mranggen)
- KH. A. Hafidz (Mojokerto)
- KH. Abdullah Umar (Semarang)
- KH. Hasan Mangli (Magelang)
9. KH. M. Arwani Amin Said Berpulang ke Rahmatullah
Dengan keharuman namanya dan berbagai pujian dan sanjungan penuh rasa
hormat dan ta’dzim atas kealimannya, beliu wafat pada taggal 25 Rabiul
Akhir tahun 1415 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober tahun 1994 M
dalam usia 92 tahun (dalam hitungan Hijriyah). Beliau dimakamkan di
komplek Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus.
(Sumber;http://ptyqputra.arwaniyyah.com/tag/biografi-khm-arwani/)
(Sumber;http://ptyqputra.arwaniyyah.com/tag/biografi-khm-arwani/)
Comments