๐Selamat Hari Kamis (10)๐
(Cerita Dari Teman Sebaya)
___________________
___________________
"Enak ya jadi guru Diniyyah๐". Ungkap Siapa.
"Enak gimana? ๐". Tanya Rinai heran.
“Yaa... enak aja. Kegiatannya ndak sepadat kita ๐”. Jawab Siapa sekenanya. Dia tergiur dengan rutinitas serba enak yang dimilliki gurunya.
“Hust! Ngawur ae samian. Dadi guru iku uabot lo ๐ถ”. Desah nafas rinai berderu, kesal.
____________________
____________________
Katanya:
Beberapa hari lalu saya diberi kesempatan menemani rekan saya nyimak baca kitab dilokal Diniyyah. Cukup berat sebenarnya. Selain jauh, ruangannya paling pojok gedung lantai tiga. ๐
Singkat cerita.
Kelas penuh. Ada sekitar 40-an siswa didalam.
Hingga lima belas menit berlalu, belum juga ada yang maju menyetorkan bacaannya. "Kemriyek tenan kelase ๐ฃ" Pekik ku dalam hati.
Beberapa ada yang ndak bawa kitab. Bukannya nggabung atau gimana, eh, malah rame. Sebenarnya mau saya tegur. Tapi rekan saya lebih dulu mengkode. 'jangan'. ๐ถ
Setengah jam terlewat. 'iki nyemak ta nunggu'i wong guyoon?' batinku. Dan benar saja, rekan saya melantangkan suaranya,
"WES! DITUTUP KABEH KITAB E!!" ๐
Sontak seluruh siswa diam. Saling pandang. 'ada apa? ๐'.
Akhirnya pertemuan malam itu diisi dengan 'nutur ngalor-ngidul'. Dan saya hanya diam mendengarkan.
***
Sambil ku pandangi wajah polos teman-teman santri, saya jadi ingat kalau saya pun pernah 'menjadi seperti mereka'.
Duduk termenung saat guru saya bertuah tenung. Kasusnya juga sama, saya dan teman-teman sekelas kala itu rame, ndak
memperhatikan. ๐
***
Dan lagi-lagi ada yang membuat saya trenyuh. Perkataan teman saya berusan, ada yang sama persis
dengan dawuh guru saya beberapa tahun lalu. Persis!
Kurang lebih seperti ini;
"Kabeh iki podo kesele, Rek!. Samian sekolah, aku yo sekolah. Samian ngaji aku yo ngaji. Jadi kesibukan samian mbik aku iki podo ae. Podo kesele! Ayolah, podo-podo mengerti"
Nahasnya! saat itu aku nggrutel : "Njenengan niku Paak. Dados guru kan enak. Ada jam kosongnya. Ya tetep keselan kami taa"
Aduh! ๐ฃ
***
Ku tatap lagi wajah teman-teman santri yang ringkuh mendengarkan rekanku bicara. Ku pandangi lamat-lamat. "apa mungkin mereka juga nggrutel seperti saya dulu?" tanyaku dalam hati.
Rasanya ingin menangis ๐ญ. Kalau saja saya tau bagaimana lelahnya jadi guru, pasti hal tadi ndak akan terjadi.
Ku lirik jam tangan yang melingkar dilengan. Satu jam berlalu. Beberapa anak kelas lain sudah banyak yang menengok kedalam. Pertanda jam telah habis. Pulang.
Tapi fikiranku masih kalut. Mencari cara bagaimana kiranya faham sesat saya kala itu tidak menganak turun. ๐
Akhirnya muncul paham baru. Perbandingan antara murid dengan Gurunya.
***
Murid, berangkat dari kamar ke kelas, yang perlu diperhatikan didalamnya hanya satu orang. Yang harus disimak dengan seksama hanya SATU orang.
Kalau Guru. Berangkat dari kamar menuju lokal kelas, maka yang wajib diperhatikan adalah suasana kelas. SELURUH siswa harus diperhatikan.
Tidak mungkin ada guru masuk kedalam kelas yang jumlah siswanya 40, hanya memperhatikan satu anak. Hanya membimbing belajar satu anak.
Kan ndak mungki?
Enak mana?
Haduh.
"Ngapunten Ingkang Katah Nggeh Pak". ๐ฅ๐
***
Entahlah,
Semangat Belajar. ๐ช๐
Comments