Skip to main content

Novel WIGATI: "Antara Hanyut, Salut, dan terinspirasi"



Antara Hanyut, Salut, dan Menginspirasi
(Tentang Wigati & Hati Suhita Karya Bu Khilma Anis)



BABAK I
                Sejak awal, saya sudah curiga tentang isi novel ‘WIGATI’. Pertama kali saya tau buku itu dari story WA salah satu Bu Nyai tambakberas. Hehehe. Maklum, sebagai pecandu buku fiksi – yang notabene masih kawakan – saya langsung terpana dan segera mencari informasi tentang buku itu. dan beruntungnya, ada alumni pesantren yang mosting buku “WIGATI” dengan foto konsep sakral ala jawa. Saya chattingi, dan Seeett! Akhirnya tembus.
                Selang beberapa hari akhirnya si ‘WIGATI’ datang. Lengkap dengan wedang uwuh, penghangat badan. Mulai saya baca. Satu-dua lembar, hingga akhirnya saya sadar. Bahwa kejujuran adalah hal yang sangat dibenarkan. Dan saya jujur, kalau meninggalkan selembar “WIGATI” saja, saya akan hancur dalam remuk rasa penasaran. Seminggu saya khatamkan. Dan “WIGATI” bebas saya pinjamkan pada mereka yang penasaran.
                Tepatnya bulan 11 2017. Pas satu tahun lalu. Banjir pesanan datang kepada saya. Banyak temanteman yang nitip pengen beli buku “WIGATI”. Akhirnya, dengan keberanian saya yang intip-intip, saya hubungi Beliau, Bu Khilma Anis.
                Singkat cerita, dalam waktu seminggu-an, ada total 50 buku “WIGATI” yang siap duduk dipangkuan pembaca santri! Belum selesai disitu. Bulan desember 2017, waktu liburan semester, banyak pesan masuk perihal buku “WIGATI” entah itu tanya isinya apa, penulisnya siapa, harganya. Dan siapa sangka. Masih ada saja yang mau punya si “WIGATI”.
                Kebetulan saya hobi moto. Selepas mbaca “WIGATI” dan mbantu temen-temen yang pengen punya bukunya. Bahkan sharing-sharing, saling tebak dan tebar ekspresi tentang buku itu. Seakan saya bisa ikut menjiwai dan berencana moto buku “WIGATI” lengkap dengan model yang suip.

Dan ini jadinya:








BABAK 2



                Searah dengan itu, bulan-bulan selanjutnya masih saja ada yang mau pesan. Berlanjut dengan “WIGATI” cetakan ke-2 berwarna hijau. Kini sudah ada sekitar 20 “WIGATI” cetakan ke-3 warna ungu yang saya pesan tapi belum selesai cetak. Anehnya, kali ini yang minta Mama saya dan ibu-ibu desa yang suka mbaca. AHIHIHIHIHI.


“Ikulo, Le.... Moco Suhita kok iso mbaperi. Kulo sampek mbrebes miliiiii”. Dawuh Mamaku. 

Saaya terpingkal. Sedikit heran campur seneng ndengar ungkapan beliau.


Dari situ saya tergerak ingin membaca “Hati Suhita” yang oleh penulisnya di posting berangsuran dari episode 1-13. Membacanya, membuat saya geli sendiri, sedih, mesakno, dan bisa dikata ‘hanyut’ dalam cerita.

Dan benar saja, tak beda jauh dengan ‘WIGATI”, dalam kisahnya selalu terselip ramuan sejarah jawa dan pesantren yang lembut. Nilai-nilai kehidupan selalu melengkapi setiap babaknya. Membuat pembacanya semakin terbawa. Inilah yang kemudian menjadi ciri khas dari tulisan Beliau (Bu Khilma Anis).
Mungkin, kalau yang mbaca kaum hawa, bisa dengan mudah mbrebes mili atau nangis sesenggukan. Karena telah tersayat alur perasaan Alina Suhita yang aduh! ‘mbaperi’ katanya.
Tapi kalau yang mbaca laki-laki, terlebih yang masih kalut dengan status njomblo mblo, jadi tau hiruk-likuk hidup berkeluarga. Maka Gus Birru-lah yang bakalan jadi cermin menggiurkan. Malah tambah gregeten dan igit-igit (penasaran) dengan suasana berkeluarga seperti itu. Wihihihi. Aduh!
Di episode 13, rupanya Gus Birru mulai bisa terbuka dengan Alina Suhita. Hihihi. Sebaliknya, Alina Suhita juga mulai lega dengan keadaan itu. Yah, meskipun akhirnya, lagi-lagi kita dibuat penasaran bagaimana kelanjutan kisahnya dengan penantian Suhita itu. Juga screenshot dari Aruna yang mengguncang kembali Hati Suhita setelah barusan reda.



WIGATI 2, atau HATI SUHITA (?) keduanya sama-sama mengembang dalam etos penantian.
               
               


Comments

Popular posts from this blog

HUKUM MEMPERINGATI PERAYAAN MAULID NABI SAW

Syi'iran Maulud Nabi Dari KH.M.Djamaluddin Ahmad (Jombang) HUKUM MEMPERINGATI PERAYAAN MAULID NABI SAW Peringatan ( kelahiran nabi ) yang lebih populer dengan ‘’ maulidan ’’ merupakan sebuah tradisi, sekaligus memiliki makna yang mendalam. Sejak dulu, kaum muslimin  telah melakukan peringatan mauled Nabi Saw. Sedangkan, orang yang  pertama kali melaksanakan ‘’Maulidan’’ adalah Rosulullah Saw. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis Imam Muslim. Namun, sebagian orang masih menganggab bahwa peringatan mauled Nabi Saw merupakan perbuatan bid’ah, dengan alasan bahwa Nabi Saw tidak pernah mengajarkan. Dalam sebuah hadis, Nabi Saw memiliki kebiasaan puasa sunnah senin dan kamis. Ternyata, puasa tersebut memiliki tujuan mulia bagi Nabi Saw, yaitu sebagai bentuk rasa syukur atas kelahirannya. Hal ini terungkap saat salah satu sahabat menanyakan kebiasaan Nabi Saw berpuasa pada hari senin. عن أبي قتادة ، أن أعرابيا قال : يا رسول الله ما تقول في صوم يوم الإثنين ؟ فقال : « ذاك يوم و...

Karakteristik Ajaran Islam

KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ilmu Pengantar Islam Dosen Pengampu: Moh. Dliya’ul Chaq. M. HI. Oleh: 1.       Muhammad Zulfi Fanani 2.       Hasbullah 3.       Muhammad Afwan Imamul Muttaqin 4.       Lugina M Ramdan 5.       Muhammad Irham Mabruri INSTITUT AGAMA ISLAM BANI FATTAH (IAIBAFA)  TAMBAKBERAS JOMBANG 2017 BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Setiap agama mempunyai karakteristik ajaran yang membedakan dari agama-agama lain. Agama yang didakwahkan secara sungguh-sungguh diharapkan dapat menyelematkan dunia yang terpecah-pecah dalam berbagai bagian-bagian. Perpecahan saling mengintai dan berbagai krisis yang belum diketahui bagaimana cara mengatasinya. Tidak mudah m...

'Mbeling'

Ba'da hataman ngaji kilatan. Ramadhan 1439H Mbeling (Bapak Muhammad Zulianto) Tidak selalu dunia-nya santri lurus dan tenang-tenang saja. Bahkan dibanyak waktu, kelokan tajam dan lubang jalan terjal nyantri kerap menguji. Ada saja masalahnya. Mulai ekonomi sampai "mbolos" ngaji. Dari belajar nakal sampai rambut dipetal. Dari nggandol makan di warung sampai nggandol truck di jalanan. Hingga terkena "candu" warung kopi sampai soal asmara antar asrama. Atau bahkan sampai tidak naik kelas. "Mbeling" adalah istilah yang memiliki banyak arti dan sudah membumi di kalangan santri. Apalagi bagi santri yang memang "mbeling". Rasanya memang tidak lengkap jika nyantri hanya melulu lurus mengaji, nderes, setoran dan wetonan. Sekali-kali harus (pernah) mbeling. Ibarat masakan, mbeling adalah bumbu penyedapnya. Dan penyedap tak perlu banyak-banyak. Asal takaranya terukur dan ada resep yang mengarahkan.             Gus Dur ...