Skip to main content

Satu Dasawarsa Ibien Post




*Oleh Muhammad Zulianto
.
Pada bulan Juli lalu, sekelompok santri datang kapada saya. Atas nama Bumi Kreatif, mereka mengajak saya untuk mendongeng tentang kronologi adanya literasi di Bumi Damai Al-Muhibbin dengan iming-iming imbalan "gratis satu cangkir kopi" di kedai kenamaan di Tambakberas. Mereka tahu cara bagaimana sebuah tawaran tidak bisa ditolak oleh saya. Dengan embel-embel untuk mendongkrak minat baca tulis santri, mereka berlagak seperti Don Vito Corleone dalam film God Father "I'll make him an offer that he can't refuse".

Tentu "syahwat rasan-rasan" dan "ghiroh ngopi" saya terpancing. Siapa "Pengopi" yang tidak suka jika diiming-iming ajakan "ngopi"?. Maka, pada selasa sore yang ditentukan, sebelum kopi pesanan tiba, mereka sudah mulai mencercar saya dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kembang-kempis peri kehidupan litrasi di Muhibbin. Kapan titimangsa literasi di pesantren Muhibbin?, adakah masa kejayaaannya?, bagaimana sekarang gelora tulis menulis di pesantrenpesantren?. Adakah masa-masa mati suri dimana kehidupun tulis menulis tak lagi digemari di pesantren?.

Setelah pesanan datang, dan nyeruput sedikit kopi panas, saya mulai "gedabrus" seenak "cangkem". Pertama saya bilang ke mereka bahwa sebenarnya saya tidak tahu apa-apa tentang yang mereka tanyakan itu. Kecuali ada beberapa nama yang saya kenal dan beberapa media (mading/ Pamflet/ majalah) yang di nahkodai oleh mereka.

Pada tahun 2005 an (bisa sebelum 2005, hitungan 2005 ini murni merujuk dari saya mulai mondok), mading di Muhibbin bernama "Ibien Post". Dulu, di kantor sekretariat tertulis jargon yang menurut saya tak kalah keren dengan Koran Kompas "Amanat Hati Nurani Rakyat", dan Jawa Pos "Selalu Ada Yang Baru" yaitu "Bukan Jurnalisme Cengeng". Lambangnya bola dunia (globe) dengan pena yang terbuat dari sayap yang besar. Artinya?. Saya tidak tahu!. Tapi (mungkin) adalah bentuk cita-cita dari muasis-nya, agar dunia dipenuhi dengan ilmu pengetahuan yang tak habis dibaca tapi juga ditulis.

Nahkoda Ibien Post pada masa itu adalah @Lukman Hakim Husnan, seorang esais yang punya ideologi "ajeg" dengan mengutip teori-teori filsafat. Kalau jamaknya santri ngajinya adalah Ikhya' Ulumuddin, Lukman justru keranjingandengan Derida, Niethenze, Karl Max, Haidegger, Sigmund Freud, Barthes dan
lain sebagaianya. Kalau jamaknya santri takdzim dan hangat dengan bait-bait nadzom alfiyah-Imrithi, Lukman mengakrabi sisi lain santri dengan membaca sastra, menelaah Chairil Anwar, Wiji Tukul, Soe Hok Gie, Ahmad Wahib, Rendra, Pramodya, dan lain sebagainya. Seingat saya Lukman juga membuat puisi, tapi genrenya lebih kepada puisi satir dan cadas daripada puisi romantis ala remaja teenlet. Oh ya, penulisan tentang Lukman ini, saya ambil sumbernya dari buku harian Lukman yang tertinggal di almari, sewaktu dia sudah boyong.

Pada masa-masa ini Lukman dibantu tim kreatif seperti (almarhum) Said an-Nahdli, Khoirul Anwar (Ahmed), Pak Peng, Kamal Mustofa (Juh), Afif Samble, Dedi Rifki Muhajirin dan kartunis "antar generasi" yang sekarang telah menjadi advokat Cak Tajuddin, Kepada Cak Tajuddin saya cuma berdoa satu kepada Tuhan Cak, semoga Jenengan tidak lupa caranya menggambar wajah "Kang Muhib" dan "Gok Bin". Saya ingat, pidato Lukman ketika rapat, dengan meledakledak ia berkarta kepada seluruh anggota redaksi "Ibien Post ini, harus menjadi media yang bersaing dengan media di sebelah selatan al-Maliki". Pada waktu itu, di sebelah selatan Ribath al-Maliki adalah tempat untuk membaca koran.

Setelah pidato malam itu, sering sekali setiap terbit, animo pembaca mading Ibien Post tak kalah ramai dengan semangat pembaca berita bola di koran Jawa Pos. Pemandangan yang biasa, antara pembaca mading Ibien Post dan pembaca koran Jawa Pos sama-sama berdesakan. Sungguh iklin membaca yang baik bukan?. Maka pada saat itu sering sekali, Ibien Pos dan Jawa Pos telah bersaing soal junlah pembaca di kancah Bumi Damai al-Muhibbin.

Kira-kira sampai tahun 2008, Ibien Post di bawah kepemimpinan Lukman dan terus mengalami kemajuan. Pada tahun itu pula (seingatku) Pimpred beralih kepada Dedi Rigki MuHajir atau Hajir. Di bawah kepemimpinan Hajir yang juga menjadi pustakawan, Ibin Post berjalan tak kalah dengan masa-masa kepemimpinan Lukman. Tidak banyak perubahan yang dibawa Hajir. Konten kolomnya berkutat pada esai, artikel, puisi, cerpen dan karikatur karya adik-adik al-Hambali yang pada waktu itu hanya huni oleh santri-santri usia MTs sederajat.

Hajir memimpin Ibin Post selama dua priode, 2008 sampai 2010 an. Pada priode selanjutnya pimpred jatuh ke tangan seorang ketua BEM Stibafa (sekarang IAIBAFA) yaitu Masfuful Fuad atau Fuad. Fuad punya potensi mobilitas untuk mengajak teman-teman se kamarnya menulis. Di tangan Fuad (seingatku)
mading punya jadwal dua minggu sekali terbit. Dan karena banyak dari temanteman Fuad yang menulis seperti Agus Salim, Sutrisno, dan Khoirul Amin, jadwal 2 minggu sekali jarang sekali terbit terlambat.

Di bawah kepimpinan Fuad ini juga seingatku, terbit kembali Ibien Post versi cetak atau pamflet yang dinamai "Independent". Penulis-penulis Independent kebanyakan adalah orang-orang yang juga menulis di Ibien Post, bedanya mereka diberikan segmen khusus jika menulis di Independent. Seingat saya dulu ada yang khusus membahasa pesantren, ada yang tulisan freeline, rebrik sastra puisi dan cerpen serta rubrik khusus pewayangan yang mirip tulisan Sujiwo Tejo di Ibien Post.

Selain itu di dalam Independent ada seorang Tajudin, kartunis senior karena pada masa Lukman dia sudah menjadi kartunia. Tajudin punya ide-ide yang menurutku topcer di dalam mengkritik realitas sosial di pesantren dalam bentuk gambar. Dia selalu istiqomah menggunakan lakon "Kang Muhib" dan "Gok Bien" untuk menyentil soal santri yang alot diajak Jamaah, suka bolos ketika diniah, mbulet pada waktu wiridan atau tidur pada saat kegiatan. Semua disindir oleh Tajuddin dalam bentuk gambar.

Masa-masa kepemimpinan Fuad selesai kira-kira pada tahun 2013. Pada tahun setelah 2013 Ibien Post di pegang oleh anak-anak muda yang punya semangat tinggi menghidupkan dunia tulis-menulis di Muhibin. Mereka punya spesialisasi genre tulisan seperti Alfian Nur Hidayat (esai-esai santai), Dian Dwijayanto (esaiesai sarkas yang cenderung cadas), Irvan Maulana Malik (Puisi), Ahmad Nidzomi dan Makhlad (Layaout), serta Saymsul sebagai Tim Kreatif.

Pada tahun 2013 ini, Ibien Post tidak hanya mencetak pamflet, bahkan di tangan mereka, Ibien Post berhasil membuat gebrakan dengan menghasilkan sebuah majalah yang dinamai "Tasamuh". Sebelumnya, berkat semangat mereka di satu pondok ada banyak sekali pamflet beredar. Sampai hasil khutbah pun didokumentasi dalam bentuk pamflet. Bedanya di pojok kiri tidak ada tulisan "La ilaha illaaAllah" seperti lambang tetangga sebelah yang juga terbit setiap Jumat.

Alfian Nur Hidayat, Dian Dwijayanto, Irvan Maulana Malik, Ahmad Nidzomi dan Makhlad, serta Syamsul, bertahan sampai tahun 2015 an yang kemudian digantikan dengan Syarif Abdu Rahman. Ditangan Syarif, Ibien Post dan Independent berjalan seperti sebelumnya. Agaknya pada tahun itu Syarif kesulitan untuk mencari tim kreatif dan regenerasi. Padahal ada banyak bibit unggul di bilik-bilik pondok yang mungkin mereka masih asyik dengan dunia mereka sendiri.

Pada zaman masa Sayrif ini Ibien post dan pamflet Independent adalah bagian resmi dari pengurus yang berada dibawah Depertemen Syiar dan dakwah. Pada tahun 2015-2016 kepemimpinan Syiar dakwah berada dibawah ustaz Ahmad Fadlan Murtadlo dan dibantu Asadul Arifin. Pada periode ini satu majalah
tasamuh terbit dibantu Abdurrahman Chudaifi dan tim Syida. Ibien post tiap bulan terbit, dalam Ibien Post depertemen Syida dibantu oleh Khoirul Ulum (Maliki), Iqbal (hambali), dan Syauqir Ridlo (hambali), Idris (hanafi). Khusus untuk pamflet Independent pada periode ini seingat saya terbit sebanyak 10 kali dan disebarkan ke semua pesantren dan kampus yang ada di Jombang. Tim penyebar kepesantren adalah Afton dan Rendi.

Kekurangan pada periode ini adalah susah mencari penulis tetap karena personel banyak yang mau kerja tapi enggan menulis. Ada yang mau menulis tapi nggak bisa Istiqomah. Hanya ada Abdurahman Chudaifi, Syarif, dan Asyauqir ridlo, yang rajin menulis. Untuk mengantisipasi hal ini maka tim redaksi ibien post dan independent digawangi Cak Dafi setiap bulan menyurati narasumber dari unsur pengurus dan alumni atau santri untuk jadi narsum/penulis.

Lepas dari cerita satu dasawarsa Ibien Post (2005-2015) itu, pada bulan Agustus ini, sebagian santri-santri yang saya ceritakan di awal tulisan ini, datang lagi ke saya. Mereka bercerita telah mendapatkan suntikan semangat dari Caka Khoirul Anwar (Cirebon) lewat majelis ngopi. "Kata Cak Khoirul kami disuruh menghidupkan kembali dunia tulis menulis di Muhibbin Pak, Kami disuruh menata kembali jadwal terbit Ibien Post, Kata Cak Khoirul setelah majelis ini selesai kami harus membawa hasil, dan salah satu hasilnya kami harus berhasil menghidupkan Ibien Post". Kata salah satu santri.

Saya optimis dan menyambut nasihat baik Cak Khoirul Anwar. Teman-teman santri harus ajek menulis di Ibien Post. Selain baik untuk menjaga produktifitas menulis, mading bermanfaat untuk menimbang sudah sebaik apa tulisan kita ketika dipublish?. Tidak ada cara yang paling efektif untuk menulis selain memulai menulis itu sendiri. Dan salah satu medianya adalah mading. Sekarang kita memang sedang kalah dengan Lirboyo dan Sidogiri dalam hal produktifitas menulis buku. Mereka setiap tahun berhasil mencetak beberapa judul buku dari murid madrasahnya. Mulai dari mading Ibien Post, bukan tidak mungkin, besok kita bisa bersaing dengan mereka. Bukankah dengan berubahnya musim, berubah juga arah angin?.

Abah Djamal, guru, kiai, dan panutan kita selalu menekankan santrinya untuk menulis. Bahkan hampir disetiap pengajian, Beliau selalu menekankan agar jamaah dan santrinya mau menulis, menulis dan menulis. Tidak hanya itu, Beliau juga memberi tauladan dengan menulis puluhan judul buku di usia yang sudah tidak lagi muda. Kiai kita saja menulis, sudah sepatutnya sebagai santri, kita juga harus menulis bukan?. (*)

Comments

Popular posts from this blog

HUKUM MEMPERINGATI PERAYAAN MAULID NABI SAW

Syi'iran Maulud Nabi Dari KH.M.Djamaluddin Ahmad (Jombang) HUKUM MEMPERINGATI PERAYAAN MAULID NABI SAW Peringatan ( kelahiran nabi ) yang lebih populer dengan ‘’ maulidan ’’ merupakan sebuah tradisi, sekaligus memiliki makna yang mendalam. Sejak dulu, kaum muslimin  telah melakukan peringatan mauled Nabi Saw. Sedangkan, orang yang  pertama kali melaksanakan ‘’Maulidan’’ adalah Rosulullah Saw. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis Imam Muslim. Namun, sebagian orang masih menganggab bahwa peringatan mauled Nabi Saw merupakan perbuatan bid’ah, dengan alasan bahwa Nabi Saw tidak pernah mengajarkan. Dalam sebuah hadis, Nabi Saw memiliki kebiasaan puasa sunnah senin dan kamis. Ternyata, puasa tersebut memiliki tujuan mulia bagi Nabi Saw, yaitu sebagai bentuk rasa syukur atas kelahirannya. Hal ini terungkap saat salah satu sahabat menanyakan kebiasaan Nabi Saw berpuasa pada hari senin. عن أبي قتادة ، أن أعرابيا قال : يا رسول الله ما تقول في صوم يوم الإثنين ؟ فقال : « ذاك يوم و...

Karakteristik Ajaran Islam

KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ilmu Pengantar Islam Dosen Pengampu: Moh. Dliya’ul Chaq. M. HI. Oleh: 1.       Muhammad Zulfi Fanani 2.       Hasbullah 3.       Muhammad Afwan Imamul Muttaqin 4.       Lugina M Ramdan 5.       Muhammad Irham Mabruri INSTITUT AGAMA ISLAM BANI FATTAH (IAIBAFA)  TAMBAKBERAS JOMBANG 2017 BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Setiap agama mempunyai karakteristik ajaran yang membedakan dari agama-agama lain. Agama yang didakwahkan secara sungguh-sungguh diharapkan dapat menyelematkan dunia yang terpecah-pecah dalam berbagai bagian-bagian. Perpecahan saling mengintai dan berbagai krisis yang belum diketahui bagaimana cara mengatasinya. Tidak mudah m...

'Mbeling'

Ba'da hataman ngaji kilatan. Ramadhan 1439H Mbeling (Bapak Muhammad Zulianto) Tidak selalu dunia-nya santri lurus dan tenang-tenang saja. Bahkan dibanyak waktu, kelokan tajam dan lubang jalan terjal nyantri kerap menguji. Ada saja masalahnya. Mulai ekonomi sampai "mbolos" ngaji. Dari belajar nakal sampai rambut dipetal. Dari nggandol makan di warung sampai nggandol truck di jalanan. Hingga terkena "candu" warung kopi sampai soal asmara antar asrama. Atau bahkan sampai tidak naik kelas. "Mbeling" adalah istilah yang memiliki banyak arti dan sudah membumi di kalangan santri. Apalagi bagi santri yang memang "mbeling". Rasanya memang tidak lengkap jika nyantri hanya melulu lurus mengaji, nderes, setoran dan wetonan. Sekali-kali harus (pernah) mbeling. Ibarat masakan, mbeling adalah bumbu penyedapnya. Dan penyedap tak perlu banyak-banyak. Asal takaranya terukur dan ada resep yang mengarahkan.             Gus Dur ...