Sejarah Singkat lahirnya Sholawat
Wahidiyah
Pada awal bulan Juli 1959. Hadlrotus Syekh Al-Mukarrom Romo KH Abdoel Madjid Ma’roef, Pengasuh Pesantren Kedunglo, Desa Bandar Lor, Kota Kediri, menerima “alamat ghoib”- istilah Beliau - dalam keadaan terjaga dan sadar, bukan dalam mimpi. Maksud dan isi alamat ghoib tersebut kurang lebih: “supaya ikut berjuang memperbaiki mental masyarakat lewat jalan bathiniyah”.
Sesudah menerima alamat ghoib tersebut Beliau sangat prihatin. Kemudian mencurahkan / memusatkan kekuatan bathiniyah, bermujahadah (istilah Wahidiyah), bermunajat / mendekatkan diri kepada Alloh memohon bagi kesejahteraan ummat masyarakat, terutama perbai-kan mental / akhlaq dan kesadaran kepada Alloh wa Rosuulihi. Do’a-do’a / amalan yang Beliau perbanyak adalah do’a sholawat, seperti Sholawat Badawiyah, Sholawat Nariyah, Sholawat Munjiyat, Sholawat Masisiyah dan masih banyak lagi. Boleh dikatakan bahwa hampir seluruh doa yang beliau amalkan untuk memenuhi maksud alamat ghoib tersebut adalah do’a Sholawat. Seakanakan boleh dikatakan bahwa seluruh waktu beliau tidak ada yang tidak dipergunakan untuk membaca sholawat. Suatu contoh ketika bepergian dengan naik sepeda, beliau memegang stir sepeda dengan tangan kiri, sedang tangan kanan Beliau dimasukkan ke dalam saku baju untuk memutar tasbih. Untuk amalan Sholawat Nariyah misalnya Beliau sudah terbiasa mengkhatamkannya dengan bilangan 4444 kali dalam tempo kurang lebih 1 (satu) jam.
Banyaknya bilangan bacaan yang ditempuh dalam waktu sesing-kat itu bagi Beliau tidaklah mustahil. Itulah yang dinamakan “KAROMAH” yang diberikan oleh Alloh kepada sebagian Waliyulloh. Karomah tersebut lazimnya disebut “thoyyul-waqti” (melipat/menyingkat waktu) sebagaimana karomah yang serupa yang disebut “thoyyul-ardli” (melipat/ memperpendek jarak bumi). Yakni suatu jarak / jangka waktu yang umumnya harus ditempuh dalam waktu yang lama (beberapa jam/hari/ minggu), bagi sebagian waliyulloh yang diberi karomah di bidang itu bisa ditempuh hanya beberapa saat saja. Bahkan ada yang hanya dalam waktu sekejap mata. Dalam Al Qur an, Alloh menghikayahkan seorang pengikut Nabi Sulaiman yang diberi kemampuan mendatangkan singgasana Ratu Bilqis di hadapan Nabi Sulaiman dalam waktu sekejap mata :
Pada awal bulan Juli 1959. Hadlrotus Syekh Al-Mukarrom Romo KH Abdoel Madjid Ma’roef, Pengasuh Pesantren Kedunglo, Desa Bandar Lor, Kota Kediri, menerima “alamat ghoib”- istilah Beliau - dalam keadaan terjaga dan sadar, bukan dalam mimpi. Maksud dan isi alamat ghoib tersebut kurang lebih: “supaya ikut berjuang memperbaiki mental masyarakat lewat jalan bathiniyah”.
Sesudah menerima alamat ghoib tersebut Beliau sangat prihatin. Kemudian mencurahkan / memusatkan kekuatan bathiniyah, bermujahadah (istilah Wahidiyah), bermunajat / mendekatkan diri kepada Alloh memohon bagi kesejahteraan ummat masyarakat, terutama perbai-kan mental / akhlaq dan kesadaran kepada Alloh wa Rosuulihi. Do’a-do’a / amalan yang Beliau perbanyak adalah do’a sholawat, seperti Sholawat Badawiyah, Sholawat Nariyah, Sholawat Munjiyat, Sholawat Masisiyah dan masih banyak lagi. Boleh dikatakan bahwa hampir seluruh doa yang beliau amalkan untuk memenuhi maksud alamat ghoib tersebut adalah do’a Sholawat. Seakanakan boleh dikatakan bahwa seluruh waktu beliau tidak ada yang tidak dipergunakan untuk membaca sholawat. Suatu contoh ketika bepergian dengan naik sepeda, beliau memegang stir sepeda dengan tangan kiri, sedang tangan kanan Beliau dimasukkan ke dalam saku baju untuk memutar tasbih. Untuk amalan Sholawat Nariyah misalnya Beliau sudah terbiasa mengkhatamkannya dengan bilangan 4444 kali dalam tempo kurang lebih 1 (satu) jam.
Banyaknya bilangan bacaan yang ditempuh dalam waktu sesing-kat itu bagi Beliau tidaklah mustahil. Itulah yang dinamakan “KAROMAH” yang diberikan oleh Alloh kepada sebagian Waliyulloh. Karomah tersebut lazimnya disebut “thoyyul-waqti” (melipat/menyingkat waktu) sebagaimana karomah yang serupa yang disebut “thoyyul-ardli” (melipat/ memperpendek jarak bumi). Yakni suatu jarak / jangka waktu yang umumnya harus ditempuh dalam waktu yang lama (beberapa jam/hari/ minggu), bagi sebagian waliyulloh yang diberi karomah di bidang itu bisa ditempuh hanya beberapa saat saja. Bahkan ada yang hanya dalam waktu sekejap mata. Dalam Al Qur an, Alloh menghikayahkan seorang pengikut Nabi Sulaiman yang diberi kemampuan mendatangkan singgasana Ratu Bilqis di hadapan Nabi Sulaiman dalam waktu sekejap mata :
قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الكِتَابِ إِنّآ
آتـِيْكَ بِهِ قَبْلَ أنْ يَّرْتَدَّ إِلَيْكَ
طـَرْفكَ
(النمل 40)
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari kitab
“aku akan mendatangkan singgasana itu kepadamu
sebelum kamu berkedip” (Q.S. An Namli 40).
Pada awal Tahun
1963 Beliau menerima alamat ghoib lagi, seperti yang
Beliau terima pada tahun 1959. Alamat yang ke dua
ini bersifat peringatan terhadap alamat ghoib yang
pertama. Maka Beliaupun mening-katkan mujahadah /
ber-dhepe-dhepe-nya kepada Alloh, sehingga kondisi
fisik / jasmani Beliau sering terganggu, namun tidak
mempenga-ruhi kondisi bathiniyah Beliau.
Tidak lama dari alamat ghoib yang ke dua itu, masih dalam tahun 1963, beliau menerima lagi alamat ghoib dari Alloh, untuk yang ke tiga kalinya. Alamat yang ke tiga ini lebih keras lagi dari pada yang kedua “Malah kulo dipun ancam menawi mboten enggal-enggal ngelaksanaaken” (malah saya diancam kalau tidak cepat-cepat melaksanakan). Demikian kurang lebih penjelasan beliau “Saking kerasipun peringatan lan ancaman, kulo ngantos gemeter sak bakdanipun meniko” (karena kerasnya peri-ngatan dan ancaman, saya sampai gemetar sesudah itu), tambah Beliau. Sesudah itu semakin bertambahlah prihatin, mujahadah, taqorrub dan permohonan Beliau ke Hadlirot Alloh.
Dalam situasi bathiniyah yang senantiasa ber-tawajjuh ke Hadlirat Alloh wa Rosulihi itu (masih dalam tahun 1963), beliau menyusun suatu do’a sholawat. ”Kulo lajeng ndamel oret-oretan” (saya lalu membuat coretan), istilah Beliau. “Sak derenge kulo inggih mboten angen-angen badhe nyusun sholawat” (sebelumnya saya tidak berangan-angan menyusun Sholawat). Beliau menjelaskan : “Malah anggen kulo ndamel namung kalian nggloso” (bahkan dalam menyusun saya hanya dengan tiduran).
Tidak lama dari alamat ghoib yang ke dua itu, masih dalam tahun 1963, beliau menerima lagi alamat ghoib dari Alloh, untuk yang ke tiga kalinya. Alamat yang ke tiga ini lebih keras lagi dari pada yang kedua “Malah kulo dipun ancam menawi mboten enggal-enggal ngelaksanaaken” (malah saya diancam kalau tidak cepat-cepat melaksanakan). Demikian kurang lebih penjelasan beliau “Saking kerasipun peringatan lan ancaman, kulo ngantos gemeter sak bakdanipun meniko” (karena kerasnya peri-ngatan dan ancaman, saya sampai gemetar sesudah itu), tambah Beliau. Sesudah itu semakin bertambahlah prihatin, mujahadah, taqorrub dan permohonan Beliau ke Hadlirot Alloh.
Dalam situasi bathiniyah yang senantiasa ber-tawajjuh ke Hadlirat Alloh wa Rosulihi itu (masih dalam tahun 1963), beliau menyusun suatu do’a sholawat. ”Kulo lajeng ndamel oret-oretan” (saya lalu membuat coretan), istilah Beliau. “Sak derenge kulo inggih mboten angen-angen badhe nyusun sholawat” (sebelumnya saya tidak berangan-angan menyusun Sholawat). Beliau menjelaskan : “Malah anggen kulo ndamel namung kalian nggloso” (bahkan dalam menyusun saya hanya dengan tiduran).
Yang dimaksud
do’a sholawat yang baru lahir dari kandungan
bathiniyah yang bergetar dalam frekuensi tinggi
kepada Alloh wa Rosuulihi, bathiniyah yang diliputi
rasa tanggung jawab dan prihatin terhadap ummat
masyarakat, adalah Sholawat sebagai berikut :
اَللّهُمَّ كَمَآ أَنـْتَ أَهْـلُهْ , صَـلّ وَسَـلّمْ
وَبـَارِك ْعَـلَىسَـيّــدِنـَا وَمَــوْلانَـا
وَشَفِـيْعِنَا وَحَبِـيْبـِنَا وَقُـرَّة
ِأَعْـيُـنِـنَا مُحَـمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كمَا هُوَ أَهْـلُهْ , نَسْـأَلُكَ
اللّـهُمَّ بـِحَقِّهِ أَنْ تُغْرِقَـنَا فِى لُجَّةِ
بَحْر الْوَحْدَةْ , حَتَّى لا نَرَى وَلانَسْمَعَ ولا
نَجِدَ وَلاَ نُحِسَّ وَلا نَـتَحَرَّك وَلا نَسْكُنَ
إِلاّ َّبِهَا , وَتَرْزُقَــنَا تَمَـامَ مَغْـرف
تِكْ , وَتَمَامَ نِعْمَتـِك ْ, وَتَمَامَ
مَعْرِِفَـتِكْ , وَتَمَامَ مَحَبَّـتِـكْ ,
وَتَـمَامَ رضْـوَانِكْ , وَصَـلّ وَسَلِّمْ وَبَاركْ
عَلَيْهِ وَعَلَىآلِهِ وَصَحْبِهْ , عَدَدَ مَآ أَحَاط
بهِ عِلْمُك وَأَحْصَـاهُ كِتَابُكْ , بِرَحْمَـتِكَ
يـَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن , وَالْحَـمْـدُ ِللهِ
رَبّ ِالْـعَالَمِــْين
“Niki kulo namekaken Sholawat Ma’rifat” (Ini saya
namakan Sholawat Ma’rifat), penjelasan Beliau.
Dalam sholawat tersebut belum ada kalimat
يَآ أَلله
setelah
kalimat
تــَمَامَ مَـغْـــرف تـِك
dan
seterusnya seperti yang ada sekarang ini .
Kemudian
Beliau menyuruh tiga orang supaya mengamalkan
sholawat yang baru lahir tersebut. Tiga orang yang
Beliau sebut sebagai pengamal percobaan itu ialah
Bapak Abdul Jalil (almarhum) seorang tokoh tua
(sesepuh) dari desa Jamsaren, Kota Kediri, Bapak
Mukhtar (seorang pedagang dari desa Bandar Kidul,
Kota Kediri), dan seorang santri pondok Kedunglo
yang bernama Dakhlan, dari Demak, Jawa Tengah.
Alhamdu lillah, setelah mengamalkan sholawat
tersebut mereka menyampaikan kepada Beliau bahwa
mereka dikaruniai rasa tenteram dalam hati, tidak
ngongso-ngongso dan lebih banyak ingat kepada Alloh.
Setelah itu Beliau menyu-ruh lagi beberapa santri
pondok supaya mengamalkannya. Alhamdulillah,
hasilnya juga sama seperti yang diperoleh oleh tiga
orang tersebut di atas.
Beberapa
waktu kemudian (masih dalam tahun 1963) bertepatan
dengan bulan Muharram Beliau menyusun Sholawat lagi
yaitu :
للَّهُمَّ يَاوَاحِـدُ يَآ أَحَدْ , يَـاوَاجِـدُ
يَاجَوَادْ , صَلّ وَسَلِّـمْ وَبَاركْ عَلَى
سَـيّـِِدِنـَا مُحَـمَّدٍ وَّعَـلَى آلِِ
سَيـِّدِنـَا مُحَمَّدْ , فِىكُلِّ لـَمْحَة ٍ
وَّنَـفَسٍٍ بِعَـدَدِ مَـعْلُوْمَاتِ اللهِ
وَفُـيُـوْضَاتِهِ وَأَمْدَادِهْ
Sholawat tersebut kemudian
diletakkan pada urutan pertama dalam susunan
Sholawat Wahidiyah. Karena lahirnya Sholawat ini
pada bulan Muharram, maka Beliau menetapkan bulan
Muharram sebagai bulan kelahiran Sholawat Wahidiyah
yang diperingati ulang tahunnya dengan pelaksanaan
Mujahadah Kubro Wahidiyah pada setiap bulan
tersebut.
Untuk mencoba khasiat sholawat
yang kedua ini, Beliau menyuruh beberapa orang
supaya mengamalkannya, Alhamdulillah,
hasilnya lebih positif lagi. Yaitu mereka dikarunia
oleh Alloh, ketenangan bathin dan kesadaran hati
kepada Alloh yang lebih mantap.
Semenjak itu Beliau memberi
ijazah Sholawat
اَللـــَّــهُمَّ يَاوَاحـــِــدُ
dan
للّـهُــمَّ كــَمَآ أَنــْتَ أَهْـلــُهْ
tersebut
secara umum, termasuk para tamu yang sowan
(berziarah) kepada Beliau. Disamping itu, Beliau
menyuruh seorang santri untuk menulis
sholawat-sholawat tersebut dan mengirimkannya kepada
para ulama / kyai yang diketahui alamatnya dengan
disertai surat pengantar yang beliau tulis sendiri.
Isi surat pengantar itu antara lain; agar sholawat
yang dikirim itu bisa diamalkan oleh masyarakat
setempat. Sejauh itu tidak ada jawaban negatif dari
para ulama / kyai yang dikirimi.
Dari hari
ke hari semakin banyak yang datang memohon ijazah
amalan Sholawat Wahidiyah. Oleh karena itu Beliau
memberikan ijazah secara mutlak. Artinya disamping
diamalkan sendiri supaya disiarkan / disampaikan
kepada orang lain tanpa pandang bulu.
Sejak
sebelum lahirnya Sholawat tersebut, di masjid
Kedunglo setiap malam Jum’at (secara rutin) diadakan
pengajian kitab Al-Hikam yang dibimbing langsung
oleh Hadhrotul Mukarrom Muallif sendiri. Pengajian
tersebut diikuti oleh para santri, masyarakat
sekitarnya dan beberapa kyai dari sekitar kota
Kediri. Pada suatu pengajian rutin tersebut,
Sholawat “ALLOOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH …..” ditulis
di papan tulis dan Beliau menerangkan / menjelaskan
hal-hal yang terkandung di dalamnya, kemudian
memberi ijazah secara mutlak pula untuk diamalkan
dan disiarkan disamping Sholawat “ALLOOHUMMA YAA
WAAHIDU…”.
Dengan
semakin banyaknya orang yang memohon ijazah dua
sholawat tersebut, maka untuk memenuhi kebutuhan,
Bapak KH Mukhtar, Tulung agung, seorang pengamal
Sholawat Wahidiyah yang juga ahli khoth (kaligrafi /
tulis Arab) membuat lembaran Sholawat Wahidiyah yang
terdiri dari “ALLOOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH .....” dan
“ALLOOHUMMA YAA WAAHIDU .…”. Pembuatannya
menggunakan stensil yang sederhana dan dengan biaya
sendiri serta dibantu oleh beberapa orang pengamal
dari Tulungagung .
Pengajian
kitab Al-Hikam yang dilaksanakan setiap malam Jum’at
itu, atas usulan dari para peserta yang menjadi
Pegawai / Karyawan, dirobah menjadi hari Minggu pagi
sampai sekarang. Sebelum pengajian kitab Al-Hikam
didahului dengan Sholat Tasbih berjama’ah dan
Mujahadah Sholawat Wahidiyah. Pada suatu Pengajian
kitab Al-Hikam (masih dalam tahun 1963) Beliau
menjelaskan tentang “HAQIQOTUL WUJUD” sampai
pengertian dan penerapan “BIHAQIQOTIL
MUHAMMA-DIYYAH” yang dikemudian hari disempurnakan
dengan penerapan “LIRROSUL-BIRROSUL”. Pada saat itu
tersusunlah Sholawat yang ke tiga yaitu :
عَلَـِيْكَ نـُوْرَ الْخَلْقِ هَـادِيَ
اْلأَنَامْ
فَـقَــدْ ظَـلَـمْـتُ أَبـَدًا وَّرَ
بّـنـِـىْ
فـَإ ِنْ تـَرُدَّ كُـنْـتُ شَـخـْصًا
هَالِكَا
|
*
*
*
|
يَاشَـافِـعَ
الْخَلْقِ الصَّلاَة ُ
وَالسَّلاَمْ
وََأَصْــلَـهُ وَرُوْحَــه ُ
أَدْرِكـْـــنــِى
وَلَيـْــسَ لِى يَا سَـيِّـدِىْ
سِـوَاكـَا
|
Sholawat
yang ke tiga ini disebut “SHOLAWAT TSALJUL QULUB”
(Sholawat salju hati / pendingin hati). Nama
lengkapnya “SHOLAWAT TSALJUL GHUYUUB LITABRIIDI
HAROROTIL-QULUUB” (Sholawat Salju dari alam ghoib
untuk mendinginkan hati yang panas).
Ketiga rangkaian Sholawat tersebut diawali dengan surat Al-Fatihah, diberi nama“SHOLAWAT WAHIDIYAH”. Kata “WAHIDIYAH” diambil sebagai tabarukan (mengambil berkah) salah satu dari “ASMAUL HUSNA” yang terdapat dalam Sholawat yang pertama, yaitu “WAAHIDU”, artinya “MAHA SATU”. Satu tidak bisa dipisah-pisahkan lagi. Mutlak SATU AZALAN WA ABADAN. “SATU” bagi Alloh tidak seperti “satu”-nya” makhluq.
Ketiga rangkaian Sholawat tersebut diawali dengan surat Al-Fatihah, diberi nama“SHOLAWAT WAHIDIYAH”. Kata “WAHIDIYAH” diambil sebagai tabarukan (mengambil berkah) salah satu dari “ASMAUL HUSNA” yang terdapat dalam Sholawat yang pertama, yaitu “WAAHIDU”, artinya “MAHA SATU”. Satu tidak bisa dipisah-pisahkan lagi. Mutlak SATU AZALAN WA ABADAN. “SATU” bagi Alloh tidak seperti “satu”-nya” makhluq.
Para ahli
mengatakan, bahwa diantara khowas (hasiat)
AL-WAAHIDU, adalah menghilangkan rasa bingung,
sumpek, resah / gelisah dan takut. Barang siapa
membacanya 1000 kali dengan sepenuh hati dan
khudlu’, maka dia dikaruniai Alloh tidak mempunyai
rasa takut / khawatir kepada makhluq, di mana takut
kepada makhluq itu adalah sumber dari segala balak /
bencana di dunia dan akhirat. Dia hanya takut kepada
Alloh saja ! Barang siapa memperbanyak dzikir
“AL-WAAHIDU AL-AHAD” atau “YAA WAAHIDU YAA AHADU”
maka Alloh membuka hatinya untuk sadar bertauhid /
memahaesakan Alloh sadar Billah.
Pada tahun
1963, diadakan pertemuan / silaturrahmi yang diikuti
oleh para ulama / kyai dan tokoh masyarakat yang
sudah mengamalkan Sholawat Wahidiyah dari Kediri,
Tulungagung, Blitar, Jombang dan Mojokerto bertempat
di Langgar (Musholla) Bapak KH. Abdul Jalil
(Almar-hum) Jamsaren - Kediri. Musyawarah tersebut
dipimpin oleh Hadlrotul Mukarrom Muallif Sholawat
Wahidiyah sendiri. Diantara hasilnya adalah susunan
redaksi / kalimat yang ditulis di dalam Lembaran
Sholawat Wahidiyah, termasuk garansi / jaminan.
Mengenai redaksi jaminan / garansi itu atas usulan
dari Beliau dan disetujui oleh seluruh peserta
musyawarah. Redaksinya adalah : “MENAWI SAMPUN
JANGKEP 40 DINTEN BOTEN WONTEN PEROBAHAN MANAH,
KINGING DIPUN TUNTUT DUN-YAN WA UKHRON” -“Kedunglo
Kediri”
Pada awal
tahun 1964, menjelang peringatan ulang tahun
lahir-nya Sholawat Wahidiyah yang pertama (EKA
WARSA) dalam bulan Muharram, Lembaran Sholawat
Wahidiyah mulai dicetak dengan klise yang pertama
kalinya di kertas HVS putih sebanyak + 2500 lembar.
Yang mengusahakan klise dan percetakan itu Bapak KH
Mahfudz dari Ampel-Surabaya, atas biaya dari Ibu Hj.
Nur AGN (almarhumah), Surabaya. Susunan dalam
Lembaran Sholawat Wahidiyah yang dicetak adalah :
Hadiah fatihah, “ALLOOHUMMA YAA
WAAHIDU…...........”, ALLOOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH
...........……”, “YAA SYAAFI’AL KHOLQIS-SHOLAATU
WASSALAAM ...……” tanpa “YAA SAYYIDII YAA
ROSUULALLOOH” dengan dilengkapi keterangan tentang
cara pengamalannya dan termasuk garansi tersebut di
atas.
Setelah
lembaran Sholawat Wahidiyah dengan susunan di atas
beredar secara luas, disamping banyak yang menerima,
juga ada yang menolak / mengontrasinya. Kebanyakan
alasan para pengontras adalah adanya garansi :
Menawi sampun jangkep sekawan doso dinten boten
wonten perobahan manah, kenging dipun tuntut dun-ya
wa ukhro -“Kedunglo Kediri”. Mereka memberikan
penafsiran tentang garansi dengan pemahaman yang
jauh bertentangan dengan makna sebenarnya. Pemahaman
mereka terhadap “garansi” menjadi : “Barang siapa
mengamalkan Sholawat Wahidiyah dijamin masuk surga”.
Sebenarnya
kalimat garansi / pertanggungjawaban tersebut
merupakan suatu ajaran atau bimbingan agar kita
meningkatkan rasa tanggung jawab dengan segala
konsekwensi kita terhadap segala sesuatu yang kita
lakukan; Bahasa populernya “berani berbuat, berani
bertanggung jawab”.
Masih pada tahun 1964, setelah pelaksanaan peringatan ulang tahun Sholawat Wahidiyah yang pertama, di Kedonglo diadakan Asrama Wahidiyah I yang diikuti para kyai dan tokoh agama dari daerah Kediri, Blitar, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Surabaya, Malang, Madiun dan Ngawi. Asrama ini dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam. Kuliah-kuliah Wahidiyah diberikan langsung oleh Beliau sendiri. Di dalam Asrama ini lahirlah kalimat nidak “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOOH”. Untuk melengkapi amalan Sholawat Wahidiyah yang telah ada, kalimat nidak tersebut dimasukkan dalam lembaran Sholawat Wahidiyah. Lembaran Sholawat Wahidiyah yang berisikan tiga rangkaian itu beredar dengan tidak ada perubahan sampai awal tahun 1968.
Asrama Wahidiyah II selama 6 (enam) hari, dari Senin sampai Ahad tanggal 5 –11 Oktober 1965 di Kedunglo. Di dalam Kuliah Wahidiyah yang Beliau sampaikan, antara lain Beliau mnerangkan tentang GHOUTSUZ ZAMAN dengan panjang lebar. Pada saat itu lahir dari kandungan Beliau :
Masih pada tahun 1964, setelah pelaksanaan peringatan ulang tahun Sholawat Wahidiyah yang pertama, di Kedonglo diadakan Asrama Wahidiyah I yang diikuti para kyai dan tokoh agama dari daerah Kediri, Blitar, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Surabaya, Malang, Madiun dan Ngawi. Asrama ini dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam. Kuliah-kuliah Wahidiyah diberikan langsung oleh Beliau sendiri. Di dalam Asrama ini lahirlah kalimat nidak “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOOH”. Untuk melengkapi amalan Sholawat Wahidiyah yang telah ada, kalimat nidak tersebut dimasukkan dalam lembaran Sholawat Wahidiyah. Lembaran Sholawat Wahidiyah yang berisikan tiga rangkaian itu beredar dengan tidak ada perubahan sampai awal tahun 1968.
Asrama Wahidiyah II selama 6 (enam) hari, dari Senin sampai Ahad tanggal 5 –11 Oktober 1965 di Kedunglo. Di dalam Kuliah Wahidiyah yang Beliau sampaikan, antara lain Beliau mnerangkan tentang GHOUTSUZ ZAMAN dengan panjang lebar. Pada saat itu lahir dari kandungan Beliau :
يَآ أَيّـُـهَـا الْـغَوْثُ سَــــلا َمُ الله ْ
|
*
|
عَـلَــيْـكَ رَبـّـــِنيْ بِـإذْنِ الله
|
وَانـْظـُرْ إِلـَىَّ سَـيّــدِىْ بِنَـظــْرَة ْ
|
*
|
مُـوْصِلَـةٍ لـّّلْحَـضْـرَةِ الْـعَـلِـيَّةْ
|
Amalan tersebut
merupakan suatu jembatan emas yang menghu-bungkan
tepi jurang pertahanan nafsu di satu sisi dan tepi
kebahagiaan yang berupa kesadaran kepada Alloh wa
Rosuulihi, Shollalloohu 'alaihi wasallam di sisi
lain. Para Pengamal Sholawat Wahidiyah menyebutnya
"ISTIGHOTSAH". Ini tidak langsung dimasukkan ke
dalam rangkaian Sholawat Wahidiyah dalam
lembaran-lembaran yang diedarkan kepada masyarakat.
Tetapi para Pengamal Wahidiyah yang sudah agak lama
dianjurkan untuk mengamalkannya terutama dalam
mujahadah-mujahadah khusus.
Pada tahun 1965
Beliau memberi ijazah lagi berupa kalimat nida’
“ففروا
الى الله
dan
وقــــل جــــاء الحـــــق
Kalimat nidak ini pada saat itu juga belum
dimasukkan dalam rangkaian pengamalan Sholawat
Wahidiyah, tetapi dibaca oleh imam dan makmum pada
akhir setiap do’a. Begitu juga “WAQUL JAA-AL HAQQU…”
belum dirangkaikan dengan “FAFIRRUU ILALLOOH”
seperti sekarang. Tentulah ini suatu kebijaksanaan
yang mengandung berbagai macam hikmah dan
sirri-sirri yang kita tidak mampu menguraikan,
tegasnya kita tidak mengetahuinya.
Pada tahun 1968 lahir Sholawat :
عَـلَى مُحَـمَّـدٍ شَـفِــيْـعِ
اْلأُمَــمِ
|
*
|
يـَارَ بّـَنـَا اللـّــهُـمَّ صَـلّ
سَلّــِمِِ
|
بـِالْـوَاحـِدِيـَّة
ِلِـرَبّ الْـعَالَمِـيْن
|
*
|
وَاْلآلِِ وَاجْـعَـلِ اْلأَنـَـامَ
مُسْـرِعِـيْن
|
قَـرّبْ وَأَلّـِفْ بـَيْـنَـنَـا
يـَارَبَّـــنَا
|
*
|
يـَارَبَّنَا اغــْفِرْ يَسّـِرافْتـَحْ
وَاهْدِنـَا
|
Kemudian
“YAA AYYUHAL GHOUTSU….” dan Sholawat ini dima-sukkan
ke dalam lembaran Sholawat Wahidiyah yang diedarkan
kepada masyarakat.
Pada tahun
1971, menjelang Pemilu di negara kita, lahirlah
Sholawat :
يَاشَافِـعَ الـْخَــلْقِِ حَبـِيـْبَ الله
|
*
|
صَـلاَتُـهُ عَـلَـيْكَ مَـعْ سَـلا َمِـهِ
|
||
ضَلَّتْ وَضَـلَّّّتْ حِيْلَـتِـىفِىبَلْدَتِى
|
*
|
خُـذْ بِيَـدِىْ يَا سَـيّـِدِىْ وَاْلأُ مَّـةِ
|
||
يَا سَـيّـِدِيْ يَا رَسُـــوْلَ الله
|
Kemudian
Sholawat ini dimasukkan ke dalam lembaran Sholawat
Wahidiyah diletakkan sesudah “YAA AYYUHAL GHOUTSU…”
sebelum “YAA ROBBANALLOOHUMMA SHOLLI….”
Pada tahun
1972 Beliau menambah do’a : “ALLOOHUMMA BAARIK
FIIMAA KHOLAQTA WA HAADZIHIL BALDAH” (belum ada
kalimat “YAA ALLOOH”).
Pada tahun
1973 bacaan nida' “FAFIRRUU ILALLOOH” dirangkaikan
dengan “WAQUL JAA-AL HAQQU…” dan didahului dengan
do’a :
بِسْـمِ اللهِ الـَّرحْمــنِ الرَّحِـيْـم
.اللّـهُـمَّ بـِحَـقّ اسْمِـكَ اْلأَعْـظـَــمْ ,
وَبـِجَـاهِ سَــيّـِـدِنـَا مُحَـمَّـدٍ صَلـَّى الله
ُعَـلَـيْه ِوَسَـلـَّـمْ , وَبِـبَرَكَـةِ غـَــوْثِ
هَـذَا الزَّمَـــانْ وَأَعْوَانِـهِ وَسَـآئـِرِ
أَوْلِيَـآئِكَ يـَآ أَلله , يـَآ أَللهْ , يـَآ آللهْ
, رَضِىَ اللهُ تَعَالَىعَـنْـهُمْ × 3
بَـلّـِغْ جَـمِيْعَ الـْعَالَمِــيْنَ نـِدَآءَنـَا
هَـذَا وَاجْــعَـلْ فِـيْـهِ تـَأْثِـــيْرًا
بـَلِـيْغًـا ×3
فـَإِنـَّك َعَـلَى كُلّ شَـيْـئٍٍِ قَدِيـْـر,
وَبِـاْلإِجَـابـَةِ جَدِيْـر ×3
فَـفِرُّوآ إِلَى الله ْ× 7
وَقُـلْ جَآءَ الْحَـقُّ وَزَهَـقَ الْـبَاطِلُط
إِنَّ الْـبَاطِلَ كـَانَ زَهُـوْقًا × 3
Pada tahun 1976
itu pula mulai dilaksanakan nida’ “FAFIRRUU
ILALLOOH” dengan berdiri menghadap empat penjuru
yaitu pada saat acara Mujahadah dalam rangka
peletakan batu pertama Masjid Desa Tanjungsari
Tulungagung (Masjid KH. Zaenal Fanani)
Demikian
penambahan dan penyempurnaan Sholawat Wahidiyah
secara berangsur seirama dengan pengembangan dan
penyempurnaan Ajaran Wahidiyah yang diberikan oleh
Hadhrotul Mukarrom Romo Yahi Muallif Sholawat
Wahidiyah sesuai dengan kebutuhan situasi dan
kondisi di dalam ummat masyarakat baik di dalam
maupun di luar negeri.
Pada tahun 1978
Beliau menambah do’a “ALLOOHUMMA BAARIK FII
HAADZIHIL-MUJAAHADAH YAA ALLOOH” yang diletakkan
sesudah “ALLOO-HUMMA BAARIK FIIMAA KHOLAQTA
WAHAADZIHIL BALDAH”.
Tahun 1980 ada
tambahan dalam Sholawat Ma’rifat, yaitu sesudah
bacaan “WATARZUQONAATAMAAMA MAGHFIROTIKA” ditambah
“YAA ALLOOH”. Demikian juga setelah “WATAMAAMA
NI’MATIKA” dan seterus-nya sampai “WATAMAAMA
RIDLWAANIKA” Jadi sebagaimana dalam Lembaran
Sholawat Wahidiyah sampai sekarang.
Tahun 1981 doa
“ALLOOHUMMA BAARIK FIIMAA KHOLAQTA WAHAA-DZIHIL
BALDAH” ditambah “YAA ALLOOH”, dan doa “ALLOOHUMMA
BAARIK FII HAADZI-HIL MUJAAHADAH YAA ALLOOH” dirobah
menjadi “WAFII HAADZIHIL MUJAAHADAH YAA ALLOOH”.
Sehingga rangkaiannya menjadi “ALLOOHUMMA BAARIK
FIIMAA KHOLAQTA WAHAADZIHIL BALDAH YAA ALLOOH, WAFII
HAADZIHIL MUJAAHADAH YAA ALLOOH”.
Pada tanggal 27
Jumadil Akhir 1401 H atau tanggal 2 Mei 1981 M
Lembaran Sholawat Wahidiyah yang ditulis dengan
huruf Al-Qur’an (huruf Arab) diperbaharui dengan
susunan yang sudah lengkap dengan disertai petunjuk
cara pengamalannya, Ajaran Wahidiyah dan keterangan
tentang ijazah dari Beliau secara mutlak. Susunan
dalam Lembaran Sholawat Wahidiyah seperti itu tidak
ada perobahan hingga sekarang kecuali beberapa
kalimat dalam penjelasan keterangan yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan aturan bahasa.
Demikian secara
kronologis atau urut, sejarah ringkas lahirnya
Sholawat Wahidiyah dari awal sampai penyempurnaan di
setiap periode. Setiap penyempurnaan sudah barang
tentu memiliki sirri-sirri (rahasia) yang kita tidak
mengetahui secara pasti. Hanya ada sebagian dari
Pengamal Wahidiyah yang ditunjukkan sirri-sirrinya
secara bathiniyah. Mari dalam kesempatan ini
kita sowan di haribaan Beliau dengan adab lahir
batin yang sebaik-baiknya.
*Dikutip dari
berbagai sumber.
COPYRIGHT
© 2009
PENGAMALWAHIDIYAH.ORG
PENGAMALWAHIDIYAH.ORG
Comments