Skip to main content

Kisah: Dikira Bangun Tidur

Kisah: Dikira Bangun Tidur


Entah kenapa malam ini tiba-tiba aku terbangun. Kedinginan tidak, apalagi kebelet pipis. Sejak kecil, Ayah selalu mengajariku buang air kecil sebelum tidur. Dan sampai sekarang, aku tak bisa tidur sebelum kencing lebih dulu. Ada apa ini? Dekap selimut lebih kurapatkan lagi, tapi sulit rasanya untuk tidur kembali.
“Ah, ada apaa ini?!”. Gumamku dalam hati.
Sementara sayup angin mesra mengibas-ibaskan daun pohon mangga yang ada didepan surau. Membuatnya landai jatuh ketanah. Aku bangkit, lalu melangkah diantara dengkur rekan-rekan. Disela-sela mimpi nakal mereka.
            Ku terobos kesunyian. Mengelilingi bilik-bilik yang sepi. Masjid, parkiran, ruang tamu, kamar mandi, dapur, kantor. Semuanya lelap. Ku hembuskan nafas, lelah. Lalu mengibarkan pandangan ke langit. Menikam bui-bui bintang dan bulan.
            “Kalau saja aku bisa kesana”. Gumamku dalam hati.
            Suara murottal terdengar sayup. Satu persatu lampu benderang. Mendorongku agar lekas kembali ke kamar. Ah iya, aju juga lupa belum merapikan selimut dan bantal. Itu pula yang dulu diajarkan orang tuaku ketika usiaku masih belia.
            Ku lewati petak-petak lantai yang lengang. Tempat wudhu dipinggir kamar juga mulai ramai lalu-lalang. Tapi aku kaget dengan apa yang ku lihat. Siapa pula yang masih tidur didepan pintu menggunakan selimut dan bantalku itu?.
Kudekati. Ku tarik perlahan. Bukankah  itu tubuhku?
            Aku terdiam. Mulai terbayang dalam anganku tentang tiada dan keabadian. Perihal hidup kedua setelah kematian. Hingga aku benar-benar faham ketika riuh santri berdatangan.
Yaa Allaah Hariiz!”
“Ada apa, Kang?! Ada apa?!”. Ramai santri kamar sebelah.
“Panggil pak Fauzan, Man!”. Seru kang Heru
Beberapa menit kemudian kepala pondok datang, bersama pengurus lainnya tepat setelah jama’ah subuh di masjid usai. Andi, Mahfud, Lugi, dan Nofal baru saja datang dari arah seberang. Mereka teman baikku. Aku melihat mereka semua terharu. Beberapa sesenggukan, menumpahkan air mata, menutup muka dan mundur kebelakang.
“Innalillahi Wa Inna Ilaiho Rooji’uun”.
Dan aku menangis bersama mereka, di dunia yang berbeda.            

Comments

Popular posts from this blog

HUKUM MEMPERINGATI PERAYAAN MAULID NABI SAW

Syi'iran Maulud Nabi Dari KH.M.Djamaluddin Ahmad (Jombang) HUKUM MEMPERINGATI PERAYAAN MAULID NABI SAW Peringatan ( kelahiran nabi ) yang lebih populer dengan ‘’ maulidan ’’ merupakan sebuah tradisi, sekaligus memiliki makna yang mendalam. Sejak dulu, kaum muslimin  telah melakukan peringatan mauled Nabi Saw. Sedangkan, orang yang  pertama kali melaksanakan ‘’Maulidan’’ adalah Rosulullah Saw. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis Imam Muslim. Namun, sebagian orang masih menganggab bahwa peringatan mauled Nabi Saw merupakan perbuatan bid’ah, dengan alasan bahwa Nabi Saw tidak pernah mengajarkan. Dalam sebuah hadis, Nabi Saw memiliki kebiasaan puasa sunnah senin dan kamis. Ternyata, puasa tersebut memiliki tujuan mulia bagi Nabi Saw, yaitu sebagai bentuk rasa syukur atas kelahirannya. Hal ini terungkap saat salah satu sahabat menanyakan kebiasaan Nabi Saw berpuasa pada hari senin. عن أبي قتادة ، أن أعرابيا قال : يا رسول الله ما تقول في صوم يوم الإثنين ؟ فقال : « ذاك يوم ولدت ف

Karakteristik Ajaran Islam

KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ilmu Pengantar Islam Dosen Pengampu: Moh. Dliya’ul Chaq. M. HI. Oleh: 1.       Muhammad Zulfi Fanani 2.       Hasbullah 3.       Muhammad Afwan Imamul Muttaqin 4.       Lugina M Ramdan 5.       Muhammad Irham Mabruri INSTITUT AGAMA ISLAM BANI FATTAH (IAIBAFA)  TAMBAKBERAS JOMBANG 2017 BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Setiap agama mempunyai karakteristik ajaran yang membedakan dari agama-agama lain. Agama yang didakwahkan secara sungguh-sungguh diharapkan dapat menyelematkan dunia yang terpecah-pecah dalam berbagai bagian-bagian. Perpecahan saling mengintai dan berbagai krisis yang belum diketahui bagaimana cara mengatasinya. Tidak mudah membahas karakteristik ajaran islam, karena ruanglingkupnya sangat luas, mencakup berbagai aspek kehidupan umat islam. Untuk mengkaji secara rinc

Siapa yang Pantas di Salahkan? (Perspektif santri koar)

Pertanyaan lama yang berbunyi “ Siapakah yang pantas disalahkan?” tak lagi berlaku untuk saat ini. Kendati memang ini masalah yang amat berbobot, maka kita harus benar-benar menelaah dengan mata terang. Sejalan dengan negara ini. Birokrasi yang berjalan lunglai, tentu akan menghambat, bahkan menggagalkan tujuan birokrasi tersebut. Ailh-alih terdapat impunitas yang menjadi-jadi. Secara kasat mata, belakangan ini banyak sekali pelaku meling. Mengedepankan urusan pribadinya dan menterlantarkan anak-anak sistim yang diabdinya. Meling! Kekhawatiran mengenai perihal ini tentu saj a berpotensi menjadi leluri. Berakar dalam dan tumbuh besar sehingga sangat sulit dinetralkan. Sebenarnya ini bukan bicara soal sitim yang melulu menjadikan kita bahan percobaan. Tapi lebih mengarah pada birokrasinya yang bobrok! Bagaimana bisa??   Ambil contoh soal rapat terakhir bulan dua, dari 100 yang diundang hanya datang 40 bahkan 30%. Nahas bukan?! Tujuan diadakan rapat tentu mengefaluasi dan me