Skip to main content

Posts

Kisah: Santri Imam Malik

Recent posts

Sebuah Usaha Merelakan

Kadang, untuk bisa meyakinkan diri saja sangat sulit. Bagaimana bisa meyakinkan orang lain? @kkaameel  |  @affa_esens                  Dan pada kesempatan lain, aku memiliki keinginan agar karibku bisa meluangkan waktunya. Jalan-jalan, tukar fikiran, atau setidaknya mau menyapa. Belakangan aku heran. Bagaimana tidak? Setiap kali aku mengenal seseoang, seakan perkenalan itu adalah pintu menuju perpisahan. Singkat saja. Dan memang begitu.                 Seluruh proses sosial terasa seperti helaan nafas. Tarik-hempas, tapi sangat berharga. Terjadi berunglang kali, setiap hari. Tanpa kita ingin berhenti sedetikpun. Masa memang tak mau diajak kompromi. Sekali terlewat, lenyap sudah. Bahkan pada keadaan-keadaan yang memaksa kita agar cermat, pilah-pilih. Kadang, waktu juga tega merenggut kesempatan itu jika tak segera diselesaikan.                 Nyatanya, setiap orang punya kesibukan sendiri-sendiri. Bahkan ada beberapa kegiatan yang memang sama sekali tidak membutuhkan kita. D

Surat Untuk Muhammad Afwan

                 Halo. Apa kabar? Katanya kau lagi pusing? Hal bodoh apa saja yang sedang dan selalu kau fikirkan? Ah, aku menyesal kenapa dirimu selalu saja begitu. Kapan mau berubah? Kapan mau jadi tangguh? Kapan bisa semakin tegar?                Aku yakin, kau tak sekuat  Kamil yang sering kau resahkan itu. Lalu kau buat puisi sampai bermalam-malam. Bahkan hatimu tak sebanding dengan miliknya. Kau selalu saja khawatir padahal sudah jelas dia baik-baik saja. Kau tetap saja cemburu padahal sudah jelas dia bersamamu. Ayolah! Jangan buat malu aku, Wan!                    Kau juga tak setabah Zidan yang sering kau perbincangan di buku catatan kecilmu itu. Aku tahu niatmu baik. Ingin dia baik-baik saja, lancar belajarnya. Tapi caramu yang salah! Sekali tak ketemu, fikiranmu mendadak batu, badanmu sayu. Itu sama saja kau menyiksa dirimu sendiri, Wan!                 Kenapa kau tak fokus saja pada apa yang sekarang berada didepanmu. Sebagai lelaki yang baru saja menginjak

[Jalan Seorang Penghafal Al-Quran]

[Jalan Seorang Penghafal Al-Quran] Ketika engkau memilih jalan sebagai seorang penghafal Al-Quran, maka sungguh engkau telah mengambil suatu amanah yang amat berat. Amanah yang akan engkau pertanggungjawabkan dunia dan akhirat. Amanah yang mengharuskanmu mengurangi waktu selain Al-Quran. Amanah yang selalu menuntutmu untuk memantaskan diri. Amanah yang membuatmu tak sama seperti temanmu yang lain yang bebas melakukan apa saja, berteman dengan siapa dan pergi ke mana saja. Amanah yang akan membuatmu sering menangis ketika hafalanmu buruk. Amanah yang akan selalu mempertanyakan komitmenmu terhadapnya. Amanah yang akan selalu membuatmu merasa bersalah ketika melakukan satu dosa saja. Amanah yang akan mengurangi waktu istirahatmu. Amanah yang menuntutmu untuk selalu berinteraksi dengan Al-Quran. Begitu beratnya amanah ini sehingga dari sekian banyak hamba Allah di muka bumi, Allah percayakan amanah ini pada pundakmu. Gunung saja tidak sanggup memegang amana

Novel WIGATI: "Antara Hanyut, Salut, dan terinspirasi"

Antara Hanyut, Salut, dan Menginspirasi (Tentang Wigati & Hati Suhita Karya Bu Khilma Anis) BABAK I                 Sejak awal, saya sudah curiga tentang isi novel ‘WIGATI’. Pertama kali saya tau buku itu dari story WA salah satu Bu Nyai tambakberas. Hehehe. Maklum, sebagai pecandu buku fiksi – yang notabene masih kawakan – saya langsung terpana dan segera mencari informasi tentang buku itu. dan beruntungnya, ada alumni pesantren yang mosting buku “WIGATI” dengan foto konsep sakral ala jawa. Saya chattingi , dan Seeett! Akhirnya tembus.                 Selang beberapa hari akhirnya si ‘WIGATI’ datang. Lengkap dengan wedang uwuh, penghangat badan. Mulai saya baca. Satu-dua lembar, hingga akhirnya saya sadar. Bahwa kejujuran adalah hal yang sangat dibenarkan. Dan saya jujur, kalau meninggalkan selembar “WIGATI” saja, saya akan hancur dalam remuk rasa penasaran. Seminggu saya khatamkan. Dan “WIGATI” bebas saya pinjamkan pada mereka yang penasaran.                

Kisah: Dikira Bangun Tidur

Kisah: Dikira Bangun Tidur Entah kenapa malam ini tiba-tiba aku terbangun. Kedinginan tidak, apalagi kebelet pipis. Sejak kecil, Ayah selalu mengajariku buang air kecil sebelum tidur. Dan sampai sekarang, aku tak bisa tidur sebelum kencing lebih dulu. A da apa ini? Dekap selimut lebih kurapatkan lagi, tapi sulit rasanya untuk tidur kembali. “Ah, ada apaa ini?!” . Gumamku dalam hati. Sementara sayup angin mesra mengibas-ibaskan daun pohon mangga yang ada didepan surau. Membuatnya landai jatuh ketanah. Aku bangkit, lalu melangkah diantara dengkur rekan-rekan. Disela-sela mimpi nakal mereka.             Ku terobos kesunyian. Mengelilingi bilik-bilik yang sepi. Masjid, parkiran, ruang tamu, kamar mandi, dapur, kantor. Semuanya lelap. Ku hembuskan nafas, lelah. Lalu mengibarkan pandangan ke langit. Menikam bui-bui bintang dan bulan.             “Kalau saja aku bisa kesana” . Gumamku dalam hati.             Suara murottal terdengar sayup. Satu persatu lampu benderang. Mendo

๐Ÿ‘“ Kaca Mata ๐Ÿ‘“

๐Ÿ‘“  Kaca Mata  ๐Ÿ‘“ Beberapa debu menyeka pelipisku. Disini begitu rindang. Entah karena desain ruangannya, atau bintang yang berhamburan di atas sana. "Za, lepasen kacamata mu" "Lepas?  ๐Ÿคจ " Tanyanya. Aku mengangguk. Lantas dia memegang tangkai kacamatanya, mengangkatnya dari daun telinga, dan meletakkanya diatas meja. Aku tersenyum. Hariza terlihat bingung. "Lalu?  ๐Ÿ™„ " "Hehe. Ora. Nek melihat seorang berkacamata aku tertarik memintanya melepas kacamatanya  ๐Ÿ˜… " "Ooh. Hehehe  ๐Ÿ˜ " Suasana mendadak larut. Aku diam, dia juga. Dan soal kacamata, ku rasa itu hanya bual alasan. Minimal agar dia tau kalau aku suka. Kami menguap  ๐Ÿ˜ด . Sesaat setelah pesanan kami datang. Dua cangkir cappucino panas.  ☕ ☕

Kisah: SALING SAPA(?)

Kisah: SALING SAPA(?)  Sore itu, aku duduk diteras masjid. Menunggu Hariza yang kembali ke kamar, "Ambil Uang" Katanya. Disebelahku, ada beberapa anak. Usianya kira-kira 3 tahun lebih muda dariku. Mereka berkisah, tertawa, terpingkal. Biasa, sambil makan jajan dan membuang sampahnya di taman, sembarangan. Ironinya lagi. Beberapa detik setelah bocah-bocah itu serempak mengangguk karena disapa Burhan, sebayaku, mereka berbisik:  "Iku sopo se?! Ora kenal tapi sok kenal  ๐Ÿคจ " "Iyo. Kowa-kowwo des!  ๐Ÿ˜ ๐Ÿ˜œ " Timpal lainnya. Aku terhenyak memandangi mereka.  "Lhaiyooo  ๐Ÿ™„ " Bathinku Dan sekejap, senja menjadi malu seiring sahut gelak tawa mereka. _____________________ @affa_esens :  Achmad Nidzomi _____________________ Suka Puisi?  ๐Ÿ˜˜ Ada Puisi Baru; judulnya "Dingin" Berkisah tentangku dan kawan baruku. Kami berbincang, bercanda, dan sesekali diam. Klik: https://sukapuisii.blogspot.com