Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2018

๐Ÿ‘“ Kaca Mata ๐Ÿ‘“

๐Ÿ‘“  Kaca Mata  ๐Ÿ‘“ Beberapa debu menyeka pelipisku. Disini begitu rindang. Entah karena desain ruangannya, atau bintang yang berhamburan di atas sana. "Za, lepasen kacamata mu" "Lepas?  ๐Ÿคจ " Tanyanya. Aku mengangguk. Lantas dia memegang tangkai kacamatanya, mengangkatnya dari daun telinga, dan meletakkanya diatas meja. Aku tersenyum. Hariza terlihat bingung. "Lalu?  ๐Ÿ™„ " "Hehe. Ora. Nek melihat seorang berkacamata aku tertarik memintanya melepas kacamatanya  ๐Ÿ˜… " "Ooh. Hehehe  ๐Ÿ˜ " Suasana mendadak larut. Aku diam, dia juga. Dan soal kacamata, ku rasa itu hanya bual alasan. Minimal agar dia tau kalau aku suka. Kami menguap  ๐Ÿ˜ด . Sesaat setelah pesanan kami datang. Dua cangkir cappucino panas.  ☕ ☕

Kisah: SALING SAPA(?)

Kisah: SALING SAPA(?)  Sore itu, aku duduk diteras masjid. Menunggu Hariza yang kembali ke kamar, "Ambil Uang" Katanya. Disebelahku, ada beberapa anak. Usianya kira-kira 3 tahun lebih muda dariku. Mereka berkisah, tertawa, terpingkal. Biasa, sambil makan jajan dan membuang sampahnya di taman, sembarangan. Ironinya lagi. Beberapa detik setelah bocah-bocah itu serempak mengangguk karena disapa Burhan, sebayaku, mereka berbisik:  "Iku sopo se?! Ora kenal tapi sok kenal  ๐Ÿคจ " "Iyo. Kowa-kowwo des!  ๐Ÿ˜ ๐Ÿ˜œ " Timpal lainnya. Aku terhenyak memandangi mereka.  "Lhaiyooo  ๐Ÿ™„ " Bathinku Dan sekejap, senja menjadi malu seiring sahut gelak tawa mereka. _____________________ @affa_esens :  Achmad Nidzomi _____________________ Suka Puisi?  ๐Ÿ˜˜ Ada Puisi Baru; judulnya "Dingin" Berkisah tentangku dan kawan baruku. Kami berbincang, bercanda, dan sesekali diam. Klik: https://sukapuisii.blogspot.com

Satu Dasawarsa Ibien Post

*Oleh Muhammad Zulianto . Pada bulan Juli lalu, sekelompok santri datang kapada saya. Atas nama Bumi Kreatif, mereka mengajak saya untuk mendongeng tentang kronologi adanya literasi di Bumi Damai Al-Muhibbin dengan iming-iming imbalan "gratis satu cangkir kopi" di kedai kenamaan di Tambakberas. Mereka tahu cara bagaimana sebuah tawaran tidak bisa ditolak oleh saya. Dengan embel-embel untuk mendongkrak minat baca tulis santri, mereka berlagak seperti Don Vito Corleone dalam film God Father "I'll make him an offer that he can't refuse". Tentu "syahwat rasan-rasan" dan "ghiroh ngopi" saya terpancing. Siapa "Pengopi" yang tidak suka jika diiming-iming ajakan "ngopi"?. Maka, pada selasa sore yang ditentukan, sebelum kopi pesanan tiba, mereka sudah mulai mencercar saya dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kembang-kempis peri kehidupan litrasi di Muhibbin. Kapan titimangsa literasi di pesantren Muhibbin?, adak